Oleh : Halawiyah S.Ag, M.Pd.I (Pendidik)
REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu dampak pandemi dalam dunia pendidikan adalah menimbulkan kehilangan pembelajaran (learning loss) literasi dan numerasi yang signifikan. Hal ini terjadi karena berbagai sebab, kelemahan SDM, teknologi dan strategi pembelajaran. Berbagai upaya dihadirkan diantaranya dengan upaya penyesuaian dan penyederhanaan kurikulum sampai saat ini. Hadirnya kebijakan baru Kurikulum prototipe adalah bagian dari upaya sistemik untuk mengatasi krisis belajar serta rendahnya kompetensi dasar dan ketimpangan yang tinggi. Akankah kurikulum prototipe menjadi solusi learning loss?
Mengacu pada sebuah hasil riset yang dilaksanakan Kemdikbudristek, tergambarkan dengan jelas bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan kehilangan pembelajaran (learning loss) literasi dan numerasi secara signifikan. Riset dilakukan pada Januari 2020 s/d April 2021, dengan sampel 3.391 siswa SD dari 7 kab/kota di 4 provinsi. Dalam riset tersebut diketahui sejumlah fakta terjadinya learning loss, yaitu sebelum pandemi, kemajuan belajar selama satu tahun (kelas 1 SD) adalah sebesar 129 poin untuk literasi dan 78 poin untuk numerasi. Setelah pandemi, kemajuan belajar selama kelas 1 berkurang secara signifikan (learning loss). Untuk literasi, learning loss ini setara dengan enam bulan belajar. Sementara untuk numerasi, learning loss tersebut setara dengan lima bulan belajar.
Menghadapi situasi demikian diperlukan upaya strategis guna menyelamatkan ruh dan semangat pendidikan yang hilang tergerus oleh dampak pandemi tersebut. Diperlukan strategi taktis yang bernama mitigasi learning loss. Mitigasi learning loss diartikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko akibat kehilangan pembelajaran dampak pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Saat ini, dunia pendidikan Indonesia tengah berada pada masa pemulihan setelah masa kritis pembelajaran akibat pandemik Covid-19 berangsur mulai terlewati. Oleh sebab itu pada masa pemulihan ini pun diperlukan satu model kurikulum yang mampu memitigasi learning loss secara lebih efektif dan efisien. Model kurikulum inilah yang kemudian disebut kurikulum prototipe.
Kurikulum Prototipe yang lahir di era pandemi ini mencerminkan sebuah upaya pemerintah, dalam hal ini dunia pendidikan untuk bangkit dan terbangun kembali nilai-nilai idealitas sebuah pendidikan yang sempat terhambat di era pandemi. Adapun karakteristik Utama Kurikulum Prototife diantaranya adalah bertujuan untuk memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan karakter dan kompetensi dasar siswa.
Sebagai sebuah pembanding, kita pernah melaksanakan kebijakan kurikulum 2013 yang juga menekankan pada pengembangan karakter, namun belum memberi porsi khusus dalam struktur kurikulumnya. Dalam struktur kurikulum prototipe, 20 - 30 persen jam pelajaran digunakan untuk pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila melalui pembelajaran berbasis projek. Tema-tema utama dikembangkan dalam Pembelajaran berbasis projek. Hal ini penting untuk pengembangan karakter
Kemendikbudristek menyediakan 7 tema utama yang perlu dikembangkan menjadi modul dengan topik dan tujuan yang lebih spesifik, yakni: Bangunlah Jiwa dan Raganya, Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Gaya Hidup Berkelanjutan, Kearifan Lokal, Kewirausahaan dan Suara Demokrasi
Ciri lain dari kurikulum Prototipe adalah Fokus pada Materi Esensial Pembelajaran yang mendalam (diskusi, kerja kelompok, pembelajaran berbasis problem dan projek, dll.). Kurikulum prototipe berfokus pada materi esensial di tiap mata pelajaran, untuk memberi ruang/waktu bagi pengembangan kompetensi - terutama kompetensi mendasar seperti literasi dan numerasi secara lebih mendalam.
Adanya Fleksibilitas Perancangan Kurikulum Sekolah dan Penyusunan Rencana Pembelajaran, juga menjadi ciri dari kurikulum prototipe ini, yakni berupa :
Kerangka kurikulum saat ini mengunci tujuan pembelajaran per tahun. Kurikulum prototipe menetapkan tujuan belajar per fase (2-3 tahun) untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah, Kurikulum prototipe menetapkan jam pelajaran per tahun agar sekolah dapat berinovasi dalam menyusun kurikulum dan pembelajarannya sedangkan struktur kurikulum saat ini mengunci jam pelajaran per minggu.
Kegiatan bermain sebagai proses belajar yang utama Penguatan literasi dini dan penanaman karakter melalui kegiatan bermain belajar berbasis buku bacaan anak Fase Fondasi untuk meningkatkan kesiapan bersekolah Pembelajaran berbasis projek untuk penguatan profil Pelajar Pancasila dilakukan melalui kegiatan perayaan hari besar dan perayaan tradisi lokal SD Penguatan kompetensi yang mendasar dan pemahaman holistik:
Itulah diantaranya beberapa ciri kurikulum prototipe. Semua itu pada akhirnya, sebagai upaya restrospeksi dan introspeksi atas segala pengalaman dan imbas kebijakan kurikulum masa lalu. Bagi masyarakat Indonesia, kurikulum baru diharapkan menjadi solusi yang membawa kebaikan bagi dunia pendidikan nasional saat ini, saat masih dilanda pandemi. Akan tetapi semua harus kembali pada esensi dasar pendidikan itu sendiri, dan keseimbangan antara IMTAQ dan IPTEK. .
Dalam Alquran dijelaskan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat. Hal ini menunjukan saling keterkaitan antara iman dan ilmu pengetahuan, apabila ada keduanya maka akan meninggikan derajat manusia itu sendiri. Orang beriman harus memiliki Ilmu dan sebaliknya orang yang berilmu pengetahuan harus memiliki keimanan. Inilah standar tertinggi yang menjadi harapan bangsa kita, Imtaq dan Iptek.
Apapun Kurikulum yang dikembangkan haruslah kembali pada tujuan dari pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan Nasional tertuang dalam dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Semoga tercapai segala harapan, bangkitnya pendidikan bangsa Indonesia