Oleh : Nurwati S.Pd-Guru di SMPN 2 Namang Kabupaten Bangka Tengah
“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia.”
– Nelson Mandela
REPUBLIKA.CO.ID, Setiap anak bangsa harus memaknai ungkapan ini agar mereka tetap semangat menuntut ilmu dalam situasi dan kondisi apapun. Tujuannya, demi melaksanakan kewajibannya sebagai penerus bangsa serta menjaga wibawa bangsa di mata dunia.
Dampak dari pandemi mempengaruhi semua aspek diantaranya harga timah dunia tembus rekor harga tertinggi sepanjang sejarah perdagangan sejak Juli 2021 dengan harga US$ 38.790/ton. Hal ini sangat berdampak besar pada penambang timah inkonvensional yang ada di provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai penghasil timah terbesar di dunia, khususnya di kabupaten Bangka Tengah. Disana, sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai penambang timah.
Naiknya harga timah dunia berpengaruh pada harga bijih timah di daerah khususnya pada penambang timah inkonvensional yaitu berkisar dari Rp.90.000/kg sampai Rp. 240.000/kg. Hal ini menggiurkan semua kalangan dimana ekonomi masyarakat meningkat dan harga jual barang juga meningkat. Sebab masyarakat yang dulunya petani,nelayan,buruh harian beralih profesi menjadi penambang. Hal ini juga berpengaruh pada anak usia pendidikan utamanya siswa di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sepanjang tahun 2021, sebanyak 390 siswa/siswi yang terdiri dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Salah satu pemicu mereka putus sekolah selain pernikahan dini, menjadi penambang timah untuk menambah ekonomi keluarga. Tak pelak lagi, dilansir dari Bangkapos.com, selama pandemi ini ada peningkatan angka putus sekolah SD/MI tahun 2020 ada 61 orang dan tahun 2021 sebanyak 193 orang. Sementara untuk SMP/MTs sebanyak 37 orang tahun 2020 dan 197 orang pada tahun 2021.
Saya selaku pengajar di SMPN 2 Namang Kabupaten Bangka Tengah dan lokasi sekolah itu jaraknya sekitar 1 km dari pantai. Dimana sebagian besar mata pencaharian orang tua siswa adalah sebagai penambang timah. Pada tahun pelajaran 2020/2021 siswa yang keluar dari sekolah kami sekitar 10 orang dari semua jenjang kelas dengan total siswa 277 orang.
Pihak sekolah sudah melakukan berbagai pendekatan dengan siswa-siswa yang bermasalah dengan melibatkan wali kelas, guru bimbingan konseling (BK),kesiswaan, kepala sekolah dan perangkat desa,agar mereka mau melanjutkan pendidikan. Sayangnya, upaya kami tidak membuahkan hasil. Para orang tua bukan hanya tidak mendukung penuh pihak sekolah untuk membimbing anak anak mereka. Terkadang, guru yang melakukan kunjungan ke rumah siswa mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari walimurid.
Tantangan terbesar dari semua rekan guru dengan proses pembelajaran daring dan luring, kami harus mengejar-ngejar siswa untuk menyetor tugas yang sudah diberikan sebab tidak mengerjakan tugas sesuai aturan. Para peserta didik utamanya siswa laki-laki di pagi hari menambang timah dan pulang di sore hari. Akibatnya banyak siswa yang nilainya turun drastis dan jauh dari meraih prestasi lagi.
Menurunnya prestasi anak di masa pandemi selain kurang kontrolnya orang tua terhadap pendidikan anak dan lingkungan sangat mendominasi terjadinya perubahan kearah negatif. Siswa dengan mudahnya mencari uang dengan menambang timah. Mereka bisa membeli apa saja yang disukai tanpa sepengetahuan orang tua,bebas bergaul dengan anak yang putus sekolah dan menikmati kebebasan yang tak terkendali.
Pada tahun pelajaran 2020/2021, siswa yang melanjutkan sekolah tingkat SMA/SMK. Banyak yang tidak lulus di jurusan maupun sekolah favorit yang mereka sukai akibat nilai rendah tidak mencapai standar/great dari sekolah tersebut. Ada beberapa siswa yang tidak melanjutkan lagi. Sehingga meningkatnya angka anak putus sekolah khususnya di Desa Baskara Bakti kecamatan Namang kabupaten Bangka Tengah,yang merupakan salah satu wilayah zonasi SMPN 2 Namang.
Apakah ada kebijakan pemerintah daerah dalam mengatasi meningkatnya angka anak putus sekolah ?
Pemerintah daerah bersama dinas pendidikan melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka putus sekolah ,yaitu dengan memberikan beasiswa khusus anak kurang mampu, baik dari dana APBD, pusat, Baznas, dan lainnya serta mendukung program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ( PKBM ).
Selain itu, program Desa Asuh yang bekerja sama dengan beberapa dinas terkait lainnya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di bidang pendidikan yang difokuskan pada tiga daerah yaitu Desa Baskara Bakti,Desa Keretak dan Desa Lubuk Besar.
Program Desa Asuh ini sudah berjalan sekitar 6 bulan sejak Juli 2021 dan tujuannya mengajak masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi melalui wadah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),dimana tingginya angka putus sekolah dan angka buta huruf di Desa Baskara Bakti. Dukungan dari SMPN 2 Namang dengan meminjamkan gedung untuk tempat belajar dengan nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ( PKBM )“PESISIR” dan beberapa guru juga membantu mengajar di PKBM tersebut.
Pemerintah daerah juga memberikan tambahan penghasilan pegawai (TPP) pada guru-guru yang mengajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKMB ) dan Desa Asuh di tiga daerah yaitu Desa Baskara Bakti, Desa Keretak dan Desa Lubuk Besar.
Program Desa Asuh berhasil menurunkan angka putus sekolah walaupun baru berjalan sekitar enam (6) bulan maka dari itu pemerintah daerah bersama dinas pendidikan Bangka Tengah sudah merancang program untuk tahun 2022 dengan mengajak semua ketua organisasi keprofesian seperti PGRI,IGI dan ketua komunitas guru se-Bangka Tengah untuk terlibat langsung membantu mengajar di desa-desa yang angka putus sekolahnya tinggi.
Dengan hadirnya berbagai program pemerintah daerah serta dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dalam menurunkan angka putus sekolah dan buta huruf diharapkan Sumber Daya Manusia (SDM) lebih meningkat lagi sehingga Bangka Tengah menjadi unggul dari segala aspek sesuai dengan slogan “Bangka Tengah Unggul”.