Sabtu 05 Feb 2022 14:22 WIB

75 Tahun HMI, Menapaki Arah Baru Pergerakan dan Khidmah

HMI di usia ke-75 tahun mempunyai potensi dan modal kuat pergerakan

Himpunan Mahasiswa Islam, HMI di usia ke-75 tahun mempunyai potensi dan modal kuat pergerakan
Foto: Antara
Himpunan Mahasiswa Islam, HMI di usia ke-75 tahun mempunyai potensi dan modal kuat pergerakan

Oleh : Raihan Ariatama, Ketua Umum PB HMI Periode 2021-2023

REPUBLIKA.CO.ID, Hari ini, bertepatan Sabtu 5 Februari 2022, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menapaki usia ke-75, usia yang terpaut tidak terlalu jauh dengan usia Republik Indonesia dan terbilang matang bagi ukuran organisasi kemahasiswaan. 

Di usianya yang ketiga perempat abad ini, apa yang telah, sedang dan akan dilakukan HMI untuk mewarnai pembangunan bangsa? Di tengah disrupsi akibat penetrasi teknologi digital ke segala lini kehidupan, apakah organisasi kemahasiswaan seperti HMI masih relevan sebagai kawah inkubasi bagi talenta muda Indonesia masa depan? 

Baca Juga

Menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melakukan otokritik sekaligus melihat kembali warisan HMI dalam konteks sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Lahir dari rahim ibu pertiwi pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta dengan Lafran Pane sebagai pemrakarsanya, HMI telah meletakkan fondasi keislaman dan keindonesiaan tidak dalam oposisi biner, melainkan dalam posisi yang seimbang dan saling mendukung. 

Komitmen keislaman dan keindonesiaan ini diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga telah menjadi ortodoksi tersendiri di dalam tubuh himpunan.

Dalam konteks sejarah perjalanan Indonesia sebagai nation-state, HMI telah mewakafkan dirinya sebagai perisai kebangsaan, yang diejawantahkan ke dalam pelbagai praktik, baik menjadi bagian dari kekuasaan maupun di luar kekuasaan. Praktik-praktik tersebut bertransformasi dari masa ke masa sesuai dengan konteks tantangan zaman. 

Pada masa awal kemerdekaan, HMI terlibat dalam perlawanan bersenjata mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. HMI juga menjadi elemen penting dalam proses transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada masa Orde Baru, HMI melahirkan tokoh-tokoh penting negeri ini, yang sebagian menjadi politisi yang menopang pemerintahan dan sebagian lainnya memilih jalur akademisi, ulama, dan aktivisme. 

Ketika Orde Baru berada di ujung tanduk, HMI menjadi bagian dari gerakan masyarakat sipil yang mendesak demokrasi di Indonesia, sehingga melahirkan reformasi. Lalu, dalam era digital saat ini, kontribusi seperti apa yang harus diwariskan HMI kepada generasi mendatang? 

Saat ini, kita dihadapkan dengan arus perubahan yang pesat akibat hegemoni teknologi digital. Kehidupan keseharian kita telah terintegrasi ke dalam ruang digital. Internet of things, artificial intelligence, dan digitalisasi telah menjadi bagian dari ‘tubuh’ manusia, yang pada satu sisi mempermudah kerja-kerja manusia, namun pada sisi lain menyingkap tabir ketimpangan. 

Dalam dunia digital, berlaku dua hal yaitu disrupsi di mana nilai-nilai baru telah menggantikan nilai-nilai lama dan survival of the fittest di mana yang kuat, yang inovatif, kreatif, dan memiliki akses pada teknologi informasi, akan bertahan dan memenangkan kontestasi, sementara yang-lemah akan tertinggal. Pada arus perubahan ini, di mana posisi HMI? 

Reformasi organisasi

Perubahan adalah sebuah keniscayaan, yang suka tidak suka dan mau tidak mau harus kita terima. Di hadapan keniscayaan perubahan tersebut, tidak ada yang bisa kita lakukan selain adaptif untuk kemudian menciptakan bahkan membelokkan perubahan selanjutnya.   

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement