Rabu 09 Feb 2022 01:31 WIB

Peneliti Yakin Vaksin Merah Putih Bisa Tangkal Varian Omicron

Vaksin Merah Putih akan menjalani uji klinis fase 1.

Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih. ilustrasi
Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Koordinator Produk Riset COVID-19 Universitas Airlangga Surabaya Prof. Ni Nyoman Tri Puspaningsih optimistis vaksin Merah Putih dapat menangkal Virus Corona varian Omicron. Vaksin Merah Putih akan menjalani uji klinis fase 1.

"Kami sangat optimistis vaksin Merah Putih dapat menangkal Omicron. Karena dari hasil pre klinis yang telah dilakukan tim peneliti Unair terhadap hewan makaka, tingkat efikasi vaksin menunjukkan hasil bagus yakni, 98 persen," ujarnya.

Baca Juga

Vaksin Merah Putih telah diuji hingga ke varian Delta, varian yang disebut mempunyai tingkat penyebaran paling parah dibanding varian lain. Ia mengungkapkan saat kasus COVID-19 varian Delta, efikasi yang terdapat pada vaksin jenis lain sempat menurun 10 persen hingga 15 persen, namun masih di angka 65 persen sampai 75 persen.

"Kalau analoginya jika (vaksin) lain turun (efikasinya) di Delta tapi masih (dinilai bagus) efiksinya. Apalagi kami sudah uji tantang di varian Delta," ucapnya.

Dia optimistis kalau Delta saja bisa diatasi dengan vaksin ini, maka kemungkinan varian Omicron juga bisa. "Karena ini (Omicron) menular cepat, tapi keparahannya tidak separah Delta," katanya menambahkan.

Meski begitu, Prof. Nyoman mengungkapkan dalam uji klinis fase pertama, akan banyak kesiapan dan kehati-hatian yang dilakukan pihaknya. Bahkan, kata dia, pre klinis harus dilakukan secara dua kali untuk memastikan tingkat efikasi dan keamanan vaksin.

"Dari awal kami didampingi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pembuatan vaksin ini. Jadi memang kami harus mengikuti sesuai prosedur ketat, meskipun agak lama," tuturnya.

Wakil Rektor I Unair tersebut mengakui dalam pembuatan vaksin ini pihaknya memang sedikit lama dibanding negara lain, atau dibutuhkan waktu dua tahun sejak proses penelitian dilakukan dan baru terealisasi uji klinis di tahun ini."Dalam kondisi emergency, pre klinis bisa di-skip. Mungkin di negara-negara lain merasa yakin akan produknya. Mereka juga berpengalaman dalam kondisi seperti ini. Bisa jadi uji hewan tidak dilakukan. Kata BPOM juga tidak apa-apa (pre klinis tidak dilakukan). Tapi karena ini yang pertama produksi anak bangsa. Sehingga kami ikuti seluruh prosedur dengan sangat ketat dan hati-hati," katanya.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement