Ahad 13 Feb 2022 08:25 WIB

Machbub Djunaedi Mau Berasa Ngomong: Nonton Orang Marah-Marah di Ruang Publik Meletihkan

Belajar omong yang baik wahai poitisi

Meja-meja sempat terguling dalam sidang DPR di tahun 2014. (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Meja-meja sempat terguling dalam sidang DPR di tahun 2014. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Suatu pagi di tahun 1976 saya ada keperluan. Ketika mau bedug lohor saya pulang, Mak kata, "Itu ada surat dari Machbub, pagi tadi dia kesini."

Ternyata Machbub Djunaidi yang mantan Ketua PWI itu pagi-pagi sudah ke rumah saya di Sawah Besar. Lihar foto di bawah.

Ternyata setelah baca surat itu cuma seloroh saja yang menyindir saja." Wan, yang keluar pagi-pagi kan hanya tukang bubur ayam?" 

Itulah isi surat Machbub. Rupanya dia jengkel pagi-pagi ke rumah saya, saya sudah pergi.

Kenapa Machbub jengkel? Dia bilang beromong bukan cuma soal komunikasi, tapi juga seni. "Ngomong itu mesti berasa," kata Machbub.

photo
Machbub Djunaidi - (Ridwan Saidi)

 

Seorang tua berumur bilang ke saya yang dia sejak dulu hampir selalu mengikuti ceramah M. Natsir. Kata dia, "Walau tak paham sepenuhnya, tapi suara Pak Natsir itu empuk."

Jadi inilah yang harus ditingkatkan, yakni kualitas komunikasi. Tak peduli itupegiat politik dan aktivis, mau pun pejabat.

Untuk 'berasa ngomong' saya ada beberapa teman dekat, antara lain pelukis Iwan Aswan bin Naseh anak Kebon Sirhi. Ia tamatan IKJ . Tiap hari ia terus melukis saja, ada yang pesan atau tidak. Beberapa karyanya dikoleksi museum dalam negeri dan luar. Tapi saya tau dalam situasi yang sulit ini bagainana Iwan menjalani hidup yang berat. Seberat apa pun,  katanya, kreativitas tak boleh berhenti.

Maka meningkatkan kualitas politik dengan meningkatkan kualitas komunikasi itu mutlak. Nonton orang marah-marah di ruang publik sungguh meletihkan. Apa berpolitik jaman sekarang memang mesti begini?

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement