REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu yang terinfeksi virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) pada saat hamil memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap bayi lahir mati (stillbirth) dan bayinya meninggal dalam kurun 28 hari setelah kelahiran. Studi terbaru berhasil menguak bagaimana ibu hamil yang terkena Covid-19 berisiko mengalami dua hal tragis tersebut.
Hal tersebut merupakan kesimpulan dari studi yang dilakukan 44 peneliti dari 12 negara ini terhadap 64 bayi lahir mati dan empat bayi yang mengalami kematian neonatus. Seluruh bayi memiliki plasenta yang terinfeksi dengan SARS-CoV-2. Seluruh ibu hamil yang terlibat tak memiliki riwayat vaksinasi Covid-19.
Patogen-patogen lain umumnya menyebabkan kematian janin dengan cara menginfeksi janin secara langsung. Akan tetapi, hal yang berbeda ditemukan pada virus corona.
Berdasarkan studi terbaru ini, SARS-CoV-2 menyebabkan kematian pada janin atau bayi dengan cara menyebabkan kerusakan yang berat dan meluas di plasenta. Kerusakan ini rata-rata mengenai sekitar 77,7 persen bagian plasenta.
"Saya tidak tahu infeksi lain yang menyebabkan kerusakan hingga taraf ini," jelas ahli patologi dari Atlanta, David Schwartz MD, seperti dilansir WebMD, Ahad (13/2/2022).
Schwartz menyebut, infeksi SARS-CoV-2 seakan "mengunyah" plasenta. Dampak yang ditimbulkannya adalah rusaknya kemampuan plasenta untuk menyalurkan oksigen ke janin.
Peneliti juga menemukan bahwa kerusakan ini hanya dialami oleh sebagian kecil ibu hamil yang terkena Covid-19. Selain itu, para perempuan hamil yang terdampak ini seluruhnya tidak memiliki riwayat vaksinasi Covid-19. Temuan ini telah dipublikasikan secara daring dalam Archives of Pathology & Laboratory Medicine.