Rabu 16 Feb 2022 20:19 WIB

Kemendikbudristek: Draf RUU Sisdiknas yang Beredar Belum Final

Pihak terkait disebut masih mengundang pemangku kepentingan untuk uji publik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ilham Tirta
Pendidikan nasional (ilustrasi)
Pendidikan nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kini sudah mencapai tahap Panitia Antar Kementerian (PAK) dan uji publik. Karena itu, Kemendikbudristek memastikan, draf RUU Sisdiknas yang beredar saat ini bukanlah draf final.

"Pembahasan dalam PAK maupun umpan balik dari uji publik digunakan untuk memperbaiki naskah akademik dan rancangan UU. Karena itu, draf yang saat ini beredar bukan draf final," ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo kepada Republika.co.id, Rabu (16/2/2022).

Baca Juga

Selain dalam pembahasan PAK, kata Anindito, hingga saat ini Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kemendikbudristek juga telah dan terus mengundang berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan uji publik RUU Sisdiknas. Uji publik juga dilakukan terhadap naskah akademik RUU Sisdiknas, yang dia sebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Setelah pembahasan PAK dan uji publik, akan dilakukan harmonisasi oleh Kemenkumham dan kemudian diajukan untuk proses pembahasan dengan DPR sesuai prosedur yang berlaku. Ketika itu, draf naskah akademik dan RUU akan dapat diakses secara luas oleh masyarakat untuk diberi masukan," kata pria yang kerap disapa Nino itu.

Sementara itu, Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Berbasis Masyarakat meminta agar pembahasan RUU Sisdiknas ditunda. Salah satu alasannya, kecepatan dan ketergesaan dalam merevisi UU Sisdiknas tanpa arah yang jelas akan membahayakan masa depan pendidikan.

"Uji publik dan hearing, bila sekedar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram," ujar pemerhati pendidikan yang turut menjadi bagian dalam aliansi tersebut, Doni Koesoema, Rabu (16/2).

Aliansi terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, LP Maarif NU PBNU, Majelis Pendidikan Kristen (MPK), Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Perguruan Taman Siswa, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Mereka memandang revisi UU Sisdiknas memang diperlukan, tapi memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, keterlibatan publik yang luas, berbagai macam perundangan yang beririsan.

"Maka diperlukan kearifan untuk membahasnya secara mendalam dan komprehensif, mengingat pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab semua," kata aliansi.

Menurut mereka, kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dengan waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas. Apalagi, kini tengah dalam masa pandemi Covid-19.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, persoalan tata kelola guru sangat terfragmentasi terlihat dari banyak UU yang mengatur dari rekrutmen sampai pensiun. Revisi yang hanya mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini carut marut.

"Selain itu, martabat dan harkat guru harus ditempatkan secara khusus dan istimewa sebagai profesi yang luhur," kata Unifah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement