Jumat 18 Feb 2022 18:04 WIB

Indonesia Benar-Benar Darurat Literasi Keuangan Digital

Banyaknya kerugian masyarakat disebabkan oleh kurangnya literasi digital.

Kurangnya literasi digital membuat masyarakat banyak mengalami kerugian akibat trading di dunia digital. Ilustrasi Binary Option
Foto: Pixabay
Kurangnya literasi digital membuat masyarakat banyak mengalami kerugian akibat trading di dunia digital. Ilustrasi Binary Option

REPUBLIKA.CO.ID, Akhir pekan lalu, emak-emak membuat heboh dunia maya. Kali ini bukan karena ingin belok ke kanan namun menyalahkan lampu sign ke kiri, namun komentar-komentar keras mereka terkait token kripto.

Salah satunya, yang dikutip dari tangkapan layar twitter. Misalnya Hj Julaiha Subhan yang meminta uangnya senilai Rp 25 juta dikembalikan oleh Anang Hermansyah. "Halo tolong pak Anang, saya beli Rp 25 juta sekarang tinggal Rp 12 juta. Tolong kembalikan uang saya, karena sebentar lagi puasa?" tulis dia di tangkapan layar twitter dan WA Group.

Baca Juga

Entah, ini benar-benar amukan emak-emak atau hanya gimmick marketing untuk mengenalkan kepada investor asing, namun komentar-komentar di kolom tersebut sedikit mengerutkan dahi. Mulai dari akan digunakan untuk biaya hidup saat puasa hingga untuk membayar kuliah.

 

Bila ini benar terjadi, dan memang dilakukan masyarakat, maka penulis hanya bisa bilang, masyarakat kita benar-benar alami darurat literasi keuangan digital. Artinya bahkan sebelum mereka membeli atau berinvestasi, umumnya tidak tahu apa itu koin atau token kripto atau saham.

Padahal masih segar dalam ingatan begitu banyak warga kita yang mengalami kerugian akibat main main dengan binary option. Skema tebak-tebak dan untung-untungan bermain saham, forex dan kripto ini sudah ditetapkan sebagai kegiatan ilegal karena bersifat judi.

Pihak yang dirugikan sudah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, sementara Satgas Waspada Investasi juga telah memanggil influencer yang diduga terlibat dan promosikan binary option.

Untuk melindungi masyarakat dari kerugian yang timbul, SWI telah memanggil sejumlah afiliator dan influencer yaitu Indra Kesuma, Doni Muhammad Taufik, Vincent Raditya, Erwin Laisuman, dan Kenneth William yang diduga telah memfasilitasi produk binary option dan broker ilegal yang tidak terdaftar Bappebti seperti Binomo, Olymptrade, Quotex dan Octa FX serta melakukan kegiatan pelatihan perdagangan tanpa izin.

Dalam pertemuan virtual dengan para influencer tersebut, SWI meminta agar mereka menghentikan kegiatan promosi dan pelatihan trading serta menghapus semua konten promosi dan pelatihan trading yang ada media sosial masing-masing. Hadir dalam pertemuan itu, anggota SWI dari Bareskrim Polri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bappebti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kominfo.

Tak hanya bisa tertipu lewat opsi binari, ada bahaya tersembunyi dalam dunia kripto. Hal itu adalah rugpull atau penipuan dalam kripto ketika developer meninggalkan proyek, setelah mengumpulkan dana dari investor. Dikutip dari Cointelegraph total uang warga dunia senilai 113 juta dolar AS (Rp 1,61 triliun) Januari hingga Juli 2021 hilang akibat rugpull di dunia decentralized finance.

Kurangnya literasi digital

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda sebelumnya telah mengatakan banyaknya kerugian masyarakat ini disebabkan oleh kurangnya literasi digital dan literasi keuangan masyarakat.
 
Kemudian, masyarakat juga tergiur keuntungan yang besar dengan cara yang relatif instan tanpa mempertimbangan risikonya. Hanya dengan menebak naik atau turunnya sebuah aset.
 
Dia menjelaskan masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong. Tercatat, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03 persen dan indeks literasi digital Indonesia berada level 3,49 pada 2021.
 
Bagi Nailul rendahnya literasi digital di Indonesia begitu kentara, karena dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online.
Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan indeks literasi keuangan dan digital masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah."Financial knowledge masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Dari sini kita sudah bisa melihat bahwa masyarakat Indonesia merupakan sasaran empuk para penipu berkedok investasi, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri," ucapnya.
 
Hal ini juga diamini Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda. Ia meminta masyarakat berhati-hati bila ingin membeli kripto atau saham.
 
Minimal menurutnya masyarakat harus melakukan riset terlebih dahulu sebelum memutuskan masuk atau membeli sebuah aset kripto. Sebuah project kripto yang baik dan benar akan selalu membagikan whitepaper lengkap, sama halnya dengan prospektus di dunia saham, jika ada perusahaan yang akan IPO.
 
Lewat riset masyarakat bisa menilai suatu project kripto yang baik atau tidak. Project kripto yang kurang baik, bisa berdampak pada keberlangsungan industri yang sudah dibangun sejak lama. Menrutnya, ada beberapa indikator project kripto yang kurang memenuhi standar.
 
Aturan untuk Jerat Influencer
 
Terkait dengan affiliator berdasarkan catatan penulis belum ada regulasi yang benar-benar mengatur perihal seseorang atau badan yang mempromosikan aplikasi trading iliegal. Sehingga, sulit memang untuk bisa menjerat mereka lewat pasal-pasal apalagi meminta mereka mengganti rugi kerugian pengguna binary option.
 
Lowongngya aturan ini juga membuat platform trading illegal ini dapat dengan leluasa membayar atau menyewa influencer ini untuk mempromosikan produknya. Akan tetapi lewat pemanggilan yang dilakukan Satgas Waspada Investasi kepada para affiliator jadi salah satu pertanda kesungguhan aparat negara untuk melindungi masyarakat dari bahaya penipuan keuangan digital. Tinggal masyarakat, apakah mau membaca atau tetap larut dalam budaya FOMO (Fear of Missing Out) dan YOLO (You Only Live Once).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement