REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dr Yodi Mahendradhata mengatakan, Pemerintah Indonesia harus segera meningkatkan kemampuan surveilans genom menjadi semakin canggih. Hal ini untuk dapat mengendalikan pandemi, termasuk pandemi COVID-19.
"Seberapa cepat kita mendeteksi itu sangat menentukan seberapa baik kita bisa mengendalikan," kata Yodi, dalam diskusi virtual Penanganan COVID-19 dan Transformasi Kesehatan di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Yodi menuturkan, penguatan surveilans pada manusia dan hewan merupakan kunci penting untuk penanganan pandemi, tidak hanya pandemi COVID-19, namun juga untuk mengantisipasi jika ada pandemi berikutnya di masa mendatang. Ia mengatakan, sebagian besar penyakit yang mengarah ke pandemi adalah penyakit zoonotik atau penyakit yang bersumber dari hewan, sehingga surveilans tidak cukup dilakukan hanya pada manusia, tapi juga harus bisa mendeteksi di hewan saat penyakitnya belum menyeberang ke populasi manusia.
Surveilans, katanya, setidaknya dapat dilakukan pada kelompok-kelompok manusia yang banyak berinteraksi dengan hewan, misalnya di peternakan. Surveilans itu perlu dilakukan untuk mencegah penyakit menjadi wabah, karena sudah terdeteksi lebih dulu sebelum menginfeksi ke manusia, sehingga bisa dilakukan langkah antisipatif.
Namun, Yodi menuturkan, memang tidak mudah membangun sistem surveilans menyeluruh tersebut, karena selama ini surveilans masih kuat pada basis populasi manusia, sementara belum terlalu kuat pada hewan. Padahal 70 persen lebih penyakit zoonotik baru (emerging disease), salah satunya COVID-19, juga ditengarai berasal dari hewan.
"Surveilansnya pun butuh kapasitas yang lebih advanced (canggih) lagi, yaitu genomic surveillance (surveilans genom) untuk supaya bisa mendeteksi mutasi-mutasi ini lebih dini," ujarnya.
Jika surveilans makin canggih dan makin cepat, menurut dia, maka akan dapat menemukan segera dan mengenal penyakit yang muncul, sehingga bisa dengan cepat melakukan intervensi yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengendalikannya.
"Semakin cepat kita bisa menemukan, semakin cepat kita bisa mengendalikan. Tapi kalau kita ketemunya terlambat, maka itu sudah meluas, sehingga itu semuanya dimulai dengan surveilans yang sifatnya aktif. Kalau kita tidak mencari, maka kita tidak akan ketemu. Kalau kita tidak ketemu, maka respons kita akan selalu terlambat," ujarnya.
Ia mengatakan, surveilans genom di negara maju, seperti di Inggris, sangat intens dilakukan, sehingga bisa sangat cepat mendeteksi mutasi-mutasi. Sementara, menurut dia, kapasitas Indonesia masih terbatas. Namun, ke depan surveilans genom di Tanah Air diharapkan semakin diperkuat, sehingga bisa lebih cepat mendeteksi, baik penyakit-penyakit baru maupun mutasi-mutasi dari pandemi yang sedang berlangsung.
"Itu bagian yang sangat kunci, menurut saya, untuk bisa menghadapi pandemi-pandemi ke depan, terkait dengan surveilans supaya bisa mendeteksi masuk ke radar itu lebih cepat, sehingga kemudian responsnya juga bisa lebih cepat juga," ujarnya.