REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan kekebalan yang ditimbulkan dari penularan Covid-19 lebih berisiko dibandingkan vaksin Covid-19. Wiku mengatakan, meskipun vaksin dan penularan sama-sama dapat memunculkan respon kekebalan tubuh terhadap virus Covid-19.
"Bedanya vaksin dapat memunculkan respons kekebalan ini tanpa harus menimbulkan sakit," ujar Wiku dikutip dari siaran Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (25/2/2022).
Wiku menjelaskan, orang yang tertular Covid-19 di samping sama-sama mendapatkan respon kekebalan, namun ada risiko muncul gejala bahkan kematian. Selain itu, meskipun kekebalan yang ditimbulkan akibat vaksin dan tertular, sama-sama dapat melindungi dari risiko penularan di kemudian hari.
Namun, efektivitas vaksin dalam mencegah keparahan gejala, perawatan di rumah sakit, dan kematian sudah banyak dipublikasikan. Begitu juga dengan lama perlindungan yang ditimbulkan vaksin juga telah dipelajari lebih lanjut
"Sementara, peran kekebalan yang ditimbulkan pascatertular, meskipun sama-sama melindungi, masih belum banyak dipelajari dan dipublikasikan secara detail seberapa besar penurunan risiko terhadap keparahan gejala, perawatan rumah sakit, bahkan kematian. Pun dengan lama perlindungan yang terbentuk," ujar Wiku.
Karena itu, Wiku tidak dapat menyimpulkan apakah jumlah angka kematian pada saat varian Omicron disebabkan karena banyak masyarakat yang telah mendapat kekebalan dari vaksin maupun tertular sebelumnya.
"Di sisi lain beberapa publikasi menyebutkan omicron juga cenderung menimbulkan gejala yang lebih ringan dibanding varian lainnya. Sehingga hubungan antara angka kematian pun perlu dipelajari lebih lanjut keterkaitannya antara vaksin dan varian yang beredar," katanya.
Untuk itu, Wiku menilai langkah terbaik untuk menghindari risiko adalah dengan tetap berpartisipasi aktif dalam program vaksin agar risiko sakit dapat dihindari meskipun sudah pernah tertular Covid-19. Begitu juga orang yang sudah divaksin pun tetap harus disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
"Ingat, meskipun sudah terlindungi dari risiko gejala parah dan kematian, peluang tertular masih tetap ada, bahkan mungkin tanpa gejala dan berpotensi menulari orang lain termasuk mereka yang tergolong kelompok rentan," kata Wiku.