Judul : Mentjetak Kijahi Kemadjoean: Setengah Abad Perjalanan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
Penulis : Hamdan Hambali dkk
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : 1, Desember 2021
Tebal, ukuran : xvi + 180 hlm, 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-6268-98-3
Ulama yang berkemajuan punya posisi sangat penting dalam organisasi berasas Islam dan tajdid. “Muhammadiyah memerlukan tenaga ulama yang cukup guna menggerakkan roda persyarikatan sebagai gerakan Islam dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,” tulis Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar (hlm xi). Tanpa ulama yang mampu memahami spirit keagamaan dan kemasyarakatan, maka gerak dakwah amar makruf nahi munkar akan menjadi serampangan atau bahkan justru melahirkan kemudharatan.
Idealnya, kebutuhan ulama Muhammadiyah setara dengan jumlah ranting Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika hitungannya ada sejumlah 13.918 ranting dan masing-masing ranting sekurang-kurangnya memiliki satu ulama, maka jumlah ini jauh dari cukup. Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah baru mampu menerima 30 thalabah putra dan 30 thalibat putri setiap tahunnya. Beruntung, kebutuhan ulama Muhammadiyah banyak dibantu oleh lembaga pengkaderan ulama lainnya. Namun, ulama yang dididik dengan latar ideologi berbeda, tidak selalu sejalan dan mampu menerjemahkan spirit Muhammadiyah.
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah berdiri pada 12 Muharram 1338 H/16 April 1968 M. Perjalanan sebuah lembaga ulama yang umurnya sudah melebihi angka setengah abad tentu sangat penting diketahui oleh publik. Dinamika dan rekaman tentang perjalanan pendidikan ulama berkemajuan di PUTM ini dapat menjadi inspirasi bagi lembaga pengkaderan ulama lainnya. Buku yang menyajikan banyak data primer ini menjadi penting supaya rembesan kesuksesan pendidikan ulama di PUTM dapat menjalar ke lembaga lain untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan ulama Muhammadiyah. Jadi, meskipun PUTM belum mampu mencetak banyak ulama secara langsung, buku ini mungkin dapat sedikit berkonstribusi dalam berbagi pengalaman tentang pengkaderan ulama.
Terma ulama ditemukan antara lain (1) dalam surah Asy-Syu’ara ayat 197 tentang orang-orang berilmu, dan (2) surah Fatir ayat 28 berkaitan dengan pengetahuan tentang aneka ragam ciptaan Allah di alam raya, merekalah yang benar-benar takut dan mengesakan Allah. Dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 dinyatakan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang berilmu. Padanannya terdapat di banyak ayat dengan ragam lafaz, seperti ulu ilm (Ali Imran: 18), al-rasikhun fi al-ilm (Ali Imran: 7), al-alimun (Al-Ankabut: 43), ulu al-bab (At-Thalaq: 10). Kesemua terma ilmu itu bersanding dengan prasyarat iman, didasari niat ikhlas, ilmunya dimanfaatkan di jalan yang benar, mengantarkan pemilik ilmu kepada amal dan karya yang bermanfaat. Dari sini, ulama yang dididik oleh PUTM mensyaratkan kecakapan dalam kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual (hlm 9-10).
Buku ini memotret periodisasi kepemimpinan PUTM dari masa ke masa dengan segala dinamika pasang dan surut yang dialami. Misalnya pada periode KH Umar Afandi (1968-1977) merupakan suatu fase awal pencarian bentuk pengkaderan ulama yang ingin dihadirkan oleh PUTM. Di periode awal ini, struktur kepengurusan dan regenerasi masih belum dipersiapkan dengan matang, sampai akhirnya PUTM sempat vakum sejak 1975, sampai akhirnya dihidupkan kembali pada 1989. Selanjutnya pada periode KH Suprapto Ibnu Juraimi I (1989-1997) menjadi masa cukup penting yang membangunkan kembali PUTM dari tidur. Sejak ini, banyak yang mulai ditata. Pada periode KH Ghazali Mukri (1999-2002), mulai ada formalisasi ijazah. Lalu dilanjutkan kembali oleh KH Suprapto Ibnu Juraimi II (2003-2008), diteruskan oleh KH Saad Abdul Wahid (2009-2016). Sejak 2016-sekarang, PUTM dinahkodai oleh KH Dahwan Muchrodji yang melanjutkan banyak legasi yang telah dirintis di era sebelumnya. (Muhammad Ridha Basri)