REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen mobil Prancis Renault akan menangguhkan beberapa operasi di pabrik perakitan mobilnya di Rusia pada pekan depan. Penangguhan ini disebabkan karena kemacetan logistik yang menyebabkan kekurangan komponen.
Dikutip dari Reuters, Ahad (27/2/2022), langkah itu dilakukan setelah Rusia melancarkan invasi ke Ukraina. Renault yang memiliki tiga pabrik perakitan mobil di Rusia, tidak merinci apakah rantai pasokannya terpengaruh oleh konflik tersebut.
Renault, yang kembali untung pada tahun 2021 setelah dua tahun merugi, adalah salah satu perusahaan Barat yang paling terekspos ke Rusia. Menurut Citibank, Renault menghasilkan 8 persen dari pendapatan intinya.
Dalam sebuah pernyataan, unit Rusia produsen mobil Prancis itu mengatakan produksi Moskow akan berhenti dari 28 Februari-5 Maret di tengah "beberapa gangguan dalam pasokan komponen. "Gangguan terutama disebabkan oleh kontrol perbatasan yang lebih ketat di negara-negara transit dan kebutuhan yang dipaksakan untuk mengubah sejumlah rute logistik yang sudah ada," kata unit tersebut.
Secara terpisah, sebuah pabrik mobil di Togliatti, Rusia tengah, mungkin menghentikan beberapa jalur perakitan pada hari Senin (28/2/2022). Hal itu diungkap pembuat mobil top Rusia Avtovaz yang dikendalikan oleh Renault, mengutip berlanjutnya kekurangan komponen elektronik secara global. Dikatakan pabrik harus beroperasi penuh pada Selasa.
Amerika Serikat mengumumkan pembatasan ekspor besar-besaran terhadap Rusia pada Kamis lalu. Pembatasan ini menekan aksesnya ke ekspor barang global dari elektronik komersial dan komputer hingga semikonduktor dan suku cadang pesawat.
Sanksi AS tidak mencakup Renault atau Avtovaz dan menargetkan pasokan komponen tertentu. CEO Avtovaz Nicolas Maure mengatakan minggu ini perusahaannya akan mencari pasokan alternatif chip elektronik jika sanksi AS mengekang pengiriman.
Baik unit Renault maupun Avtovaz tidak menyebutkan invasi ke Ukraina dalam pernyataan mereka. Bahkan tanpa sanksi, penjualan mobil baru di Rusia diperkirakan melambat menjadi 3,3 persen tahun ini dari 4,3 persen pada 2021, karena kekurangan komponen elektronik, tantangan logistik, dan biaya yang lebih tinggi, menurut Asosiasi Bisnis Eropa.