Senin 07 Mar 2022 16:35 WIB

Ekosistem Kawasan Kuliner; Sentra Pertumbuhan Ekonomi Baru

Kuliner Indonesia bukan sekadar makanan, tetapi mengandung jejak budaya.

Kampung Batik Kauman, Solo, Jawa Tengah. Kuliner Indonesia bukan sekadar makanan, tetapi mengandung jejak budaya dengan kekayaan sumber daya alam dan cita rasa warisan leluhur.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Kampung Batik Kauman, Solo, Jawa Tengah. Kuliner Indonesia bukan sekadar makanan, tetapi mengandung jejak budaya dengan kekayaan sumber daya alam dan cita rasa warisan leluhur.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Addin Jauharudin, MM, Ketua Program Pengembangan Kawasan Kuliner Halal, MES Pusat & Ketua PP GP Ansor 

JAKARTA -- Kuliner Indonesia bukan sekadar makanan, tetapi mengandung jejak budaya dengan kekayaan sumber daya alam dan cita rasa warisan leluhur. Dari penguatan ekosistem kuliner, maka kemajuan sektor UMKM, pariwisata, industri halal dapat terwujud dalam serempak.

Makan merupakan kebutuhan primer bagi semua orang. Maka, tak heran jika bisnis kuliner tidak pernah ada matinya. Kekayaan beraneka produk pangan menjadikan Indonesia kaya akan potensi kuliner (industri makanan dan minumam/mamin).

Cita rasa dengan keunikan yang lebih beragam di seluruh daerah terus menjadi magnet tiada dua. Industri kuliner selalu beriringan dengan seluruh sektor lainnya, baik sektor properti (hunian), pusat pemerintahan, kantor, hingga pariwisata.

Keindahan alam Indoensia sudah terbukti di mata dunia. Beberapa tempat wisata di Indoensia bahkan sudah berskala internasional. Akan tetapi, pemerintah daerah (Pemda) terkadang luput untuk mengelola dan memberdayakan potensi kuliner nusantara. Padahal sektor ini tidak bisa lepas dari pengembangan sektor pariwisata.

Tercatat ada lebih dari 5.300 makanan asli nusantara. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki lima ribu resep dan 17 ribu rempah dari 17.580 pulau.

Semua bisa dioptimalkan untuk menarik pariwisata—investasi, perdagangan, peningkatan pertumbuhan ekonomi regional. Imunitas bisnis kuliner juga terbukti tangguh di saat krisis, setidaknya di tengah pandemi Covid-19.

Pada kuartal I-2021, misalnya, pertumbuhan industri kuliner mencapai 2,45 persen, salah satu yang tertinggi di sektor industri pengolahan. Hal ini tidak lain karena bantuan teknologi.

Ketahanan industri mamin juga terlihat dari besarnya investasi yang dapat mereka tampung sepanjang semester I-2021. Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di sektor industri makanan sebesar Rp 36,6 triliun atau 8,3 persen dari totalnya yang mencapai Rp 442,76 triliun.

Di sisi lain, Indonesia dirahmati oleh banyak berkah beragam potensi ekonomi, salah satunya ekosistem ekonomi syariah. Potensi itu tidak lain karena Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yaitu mencapai 273 juta jiwa atau 87 persen dari total penduduknya. Maka tak heran, bila Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) ke-7 sangat optimistis Indonesia akan menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024.

Pada 2020 hingga 2021, Indonesia sudah berada pada peringkat ke-4 sebagai negara muslim terbesar, meningkat dari yang sebelumnya berada di peringkat ke-9 di tahun 2014. Secara spesifik, Kuliner halal bertumbuh memiliki image yang lebih bersih, tanpa alkohol, organik, dan sebagainya. Menurut laporan Indonesia Halal Market 2021/2022, penduduk muslim dunia menghabiskan Rp 1,9 triliun pada 2020, dengan sektor makanan dan minuman menempati posisi tertinggi yaitu senilai 1.185 miliar dollar AS pada 2020.

Pasar turisme Muslim juga terus meningkat hingga 10 miliar dollar AS per tahun sejak 2014. Pada 2016, nilainya mencapai 169 miliar dollar AS dan diperkirakan dapat menyentuh 283 miliar dollar AS pada 2022. Singkat kata, Indonesia bisa punya ciri khas atau keunggulan mem-branding diri sebagai negara dengan pusat kuliner halal.

Potensi itu telah ditangkap oleh negara lain dengan membuat zonasi halal, Thailand dengan visi sebagai The World Halal Kitchens atau Dapur Halal Global dengan proyek kawasan industri halal. Hal ini dilakukan di Songkla dan kota-kota kawasan wisata utama lainnya, seperti Phuket dan Chiang Mai.

Dalam rangka memaksimalkan potensi industri halal dan menciptakan daya saing, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mentargetkan sertifikasi halal 10 juta UMKM—dalam hal ini bidang kuliner. Labelisasi halal bukan hanya legal secara agama, melainkan bahwa proses hulu hilir produk mamin dijamin sehat, higenis, dan halal. Maka, prosesnya melibatkan para pendamping halal UMKM, penyedia dan auditor halal untuk industri manufaktur termasuk penyediaan infrastruktur seperti keberadaan RPH (Rumah Potong Hewan) yang dijamin sesuai syar'i.

Dengan demikian, untuk memperkuat simpul-simpul ekosistem kuliner halal, tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, otoritas terkait harus serempak bergotong-royong mewujudkan ekosistem kuliner halal.

Sangat perlu dibangun sebuah kawasan yang terintegrasi dari hulu kehilir disertai dengan program pemberdayaan masyarakat berbasiskan modal sosial dan kearifan lokal. Hal ini akan menjadi salah satu langkah strategis untuk menguatkan eksistensi produk halal dalam negeri baik dari segi pendampingan pelaku usaha, peningkatan kualitas produksi, maupun pemasaran dengan cakupan konsumen yang lebih luas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement