REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Invasi Rusia ke Ukraina telah memicu kekhawatiran tentang kekurangan gas dan kenaikan harga energi, terutama di Eropa. Situasi tersebut telah menyoroti pentingnya transisi ke sumber energi bersih dan terbarukan.
CEO Tesla Elon Musk meminta Eropa untuk kembali membangkitkan pembangkit listrik tenaga nuklir yang tidak aktif. Dia menggambarkan langkah itu dinilai genting untuk keamanan nasional dan internasional.
Musk akan melakukan perjalanan ke lokasi terburuk yang memiliki risiko radiasi besar. Dia akan makan makanan lokal untuk menunjukkan bahwa itu aman.
Dikutip Slashgear, Selasa (8/3/2022), Eropa terus menjauhi dari energi nuklir dan menggunakan energi alternatif terbarukan. Namun, langkah itu dinilai bermasalah karena kekhawatiran krisis energi dapat meningkat.
Seperti yang dilaporkan oleh Badan Energi Internasional, Uni Eropa (UE) cukup bergantung pada Rusia untuk gasnya selama dekade terakhir. Sejak tahun lalu, Eropa mengandalkan ekspor tersebut untuk 32 persen dari kebutuhannya.
Tindakan militer Rusia di Ukraina dan agresi umum terhadap Eropa telah menggarisbawahi betapa ketergantungan ini sangat bermasalah. Imbasnya, beberapa negara berisiko kekurangan energi dan biaya yang melonjak.
Jerman telah menghentikan pembangkit listrik tenaga nuklirnya secara bertahap sejak bencana Fukushima pada tahun 2011 lalu meskipun beberapa fasilitas masih beroperasi. Sementara tiga pembangkit nuklir terakhir akan ditutup pada akhir tahun.
Reuters melaporkan para pejabat Jerman telah melakukan pembicaraan tentang tidak hanya menunda penutupan pembangkit nuklir tetapi juga merangkul kembali fasilitas pembangkit listrik berbasis batu bara sebagai cara untuk menjauhkan diri dari ekspor gas alam Rusia.
Di tengah masalah ini, Musk memperjuangkan kembalinya energi nuklir. “Sekarang sangat jelas Eropa harus memulai kembali pembangkit listrik tenaga nuklir yang tidak aktif dan meningkatkan output daya yang sudah ada,” kata Musk dalam cuitannya.