Oleh Wartawan Republika, Bilal Ramadhan
REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid-19 mungkin justru menjadi momen untuk para pemain muda untuk memperlihatkan taringnya. Saat para pemain dunia malah menurun permainannya, entah karena cedera atau tidak banyaknya turnamen akibat pandemi, satu-satu pemain muda dari berbagai negara mulai menunjukkan ancamannya.
Turnamen Jerman Terbuka yang menjadi pembuka tur Eropa telah selesai. Dalam beberapa hari, turnamen bulu tangkis tertua dunia, All England akan segera digelar. All England bisa jadi salah satu buruan para pemain dunia untuk melengkapi koleksi prestasi mereka.
Sedangkan untuk para pemain muda, All England ini menjadi ajang pembuktian. Bukan tidak mungkin, mereka memberikan kejutaan dengan mengalahkan pemain-pemain unggulan. Seperti yang dilakukan pemain dari Singapura, Loh Kean Yew.
Tidak ada yang menduga pemain berusia 24 tahun ini bisa menjadi Juara Dunia 2021. Loh memang sangat meningkat pesat permainannya sejak dilatih Mulyo Handoyo. Mulyo merupakan pelatih Taufik Hidayat saat meraih medali emas Olimpiade 2004.
Pada 2019, sebelum pandemi, Loh sempat menjadi juara turnamen kelas Super 300, Thailand Masters. Di final, Loh mengalahkan pemain Cina peraih dua medali emas Olimpiade, Lin Dan.
Pada 2021, Loh langsung unjuk gigi di turnamen-turnamen yang lebih tinggi levelnya. Di Hylo Open 2021, Loh menjadi juara dengan mengalahkan pemain Malaysia, Lee Zii Jia. Di Indonesia Terbuka Super 1000, bahkan Loh nyaris menjadi juara kalau tidak dijegal peraih emas Olimpiade 2020 dari Denmark, Viktor Axelsen.
Dan puncaknya di Kejuaraan Dunia 2021 yang diselenggarakan di Huelva, Spanyol. Loh mampu menjadi juara setelah mengalahkan pemain dari India, Srikant Kidambi dalam dua gim. Loh menjadi satu-satunya pemain Singapura yang menjadi Juara Dunia.
Berkat aksi-aksi cemerlangnya pada tahun lalu pula, kini peringkat dunia Loh melesat menjadi peringkat 9 dunia. Hanya beda 7 ribu poin untuk menggusur Jonatan Christie yang berada di atasnya.
Di turnamen Jerman Terbuka 2022, Loh tidak beruntung dengan dikalahkan pemain ulet asal Kanada, Brian Yang di babak pertama. Di All England, di babak pertama, Loh sudah harus bertemu dengan pemain unggulan tiga dari Denmark, Anders Antonsen. Pertemuan yang menarik karena Loh pun pernah mengalahkan Antonsen yang kerap disebut Istora Boy ini.
Pemain kedua yang berpotensi akan bersinar di All England yaitu pemain muda dari Thailand, Kunlavut Vitidsarn. Kunlavut ini menjadi fenomena baru dari Thailand sejak pemain junior. Kunlavut merupakan pemain dengan menjadi juara dunia junior selama tiga tahun beruntun yaitu pada 2017-2019. Tak heran, Kunlavut bertengger lama di peringkat 1 dunia untuk pemain tunggal putra junior.
Masuk ke turnamen senior, Kunlavut tak langsung bersinar. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 sejak Maret 2020, membuatnya tak banyak mengikuti turnamen-turnamen dunia. Pada 2021, dia mulai menunjukkan eksistensinya.
Di Piala Thomas dan Piala Sudirman 2021, Kunlavut menjadi pemain tunggal kedua untuk tim Thailand. Saat pemain tunggal pertama Thailand, Kantaphon Wangcaroen sedang turun, justru Kunlavut yang kerap meraih poin kemenangan untuk Thailand.
Puncaknya di ajang BWF Super Series Final 2021, Kunlavut menjadi finalis dengan dikalahkan peraih emas Olimpiade 2020 dari Denmark, Vikton Axelsen.
Di turnamen Jerman Terbuka 2022 ini pun, Kunlavut lolos ke partai puncak untuk melawan pemain muda lainnya dari India, yang juga sedang bersinar, Lakhsya Sen. Saat ini, Kunlavut ada di peringkat 20 dunia. Sudah melangkahi peringkat seniornya, Kantaphon yang ada di 21 dunia dan menjadi pemain tunggal pertama Thailand.
Di All England, Kunlavut akan melawan pemain India, HS Prannoy di babak pertama. Di babak kedua, Kunlavut berpeluang melawan Jonatan Christie jika sudah diperbolehkan main. Karena Jonatan telah dinyatakan positif Covid-19 sejak beberapa hari lalu.
Pemain muda selanjutnya yang diperkirakan akan bersinar di All England yaitu pemain India, Lakhsya Sen. Di kelas junior, Lakhsya Sen selalu berada di bawah bayang-bayang superioritas Kunlavut Vitidsarn.
Di Kejuaraan Dunia Junior 2018, Lakhsya meraih medali perunggu. Medali emas tentu saja diraih Kunlavut. Tapi Lakhsya berhasil mencuri medali emas Juara Asia Junior 2018 dari tangan Kunlavut.
Akan tetapi, semenjak masuk ke kelas senior, langkah pemain berusia 20 tahun ini lebih lancar dibanding Kunlavut. Pada 2019, Lakhsya menjuarai tiga turnamen yaitu Belanda Terbuka, Saarlorlux Terbuka di Jerman dan Scottish Terbuka di Skotlandia.
Pada 2021, Lakhsya juga melesat meraih medali perunggu Kejuaraan Dunia BWF. Dan tahun ini, Lakshya menjadi finalis di India Terbuka dan kini dia juga melangkah ke partai puncak turnamen Jerman Terbuka 2022.
Saat ini, Lakhsya berada di peringkat 12 dunia BWF, hanya selisih 200 poin dengan seniornya, Srikant Kidambi yang berada di atasnya. Hanya tunggu waktu saja, Lakhsya menggusur Srikant jika Lakhsya berhasil menjadi juara di Jerman.
Di All England, Lakhsya akan melawan seniornya, Sourabh Verma di babak pertama. Jika menang, Lakshya akan melawan pemenang antara unggulan tiga dari Denmark, Anders Antonsen melawan Juara Dunia 2021 dari Singapura, Loh Kean Yew. Bukan lawan yang mudah tentunya untuk Lakhsya.
Pemain muda lainnya yang diperkirakan akan bersinar yaitu pemain asal Kanada, Brian Yang. Pemain ini juga masih berusia 20 tahun. Brian tampil cemerlang saat menjadi bagian tim Kanada dalam Piala Thomas 2021. Beberapa kali Brian mengalahkan dan memberi perlawanan yang ulet terhadap para pemain unggulan.
Di babak pertama Jerman Terbuka 2022, Brian membuat kejutan dengan mengalahkan Juara Dunia 2021 dari Singapura, Loh Kean Yew. Meski kemudian di babak kedua, Brian dikalahkan pemain Jepang, Kenta Nishimoto.
Di All England, Brian diperkirakan akan mudah melewati babak pertama melawan pemain veteran Thailand, Sitthikom Thammasin. Tapi di babak kedua, Brian kembali akan melawan Kenta Nishimoto atau unggulan keenam dari Malaysia, Lee Zii Jia.
Bagaimana dengan peluang pemain muda Indonesia di tunggal putra? Dengan munculnya para pemain muda dari berbagai negara, tentunya ini harus menjadi evaluasi bagi Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI). Karena pemain muda Indonesia belum ada yang muncul ke turnamen-turnamen dunia.
Indonesia masih bertumpu pada Anthony Sinisuka Ginting (25 tahun), Jonatan Christie (24 tahun) dan bahkan Shesar Hiren Rhustavito yang telah berusia 28 tahun. Sedangkan pemain-pemain muda di bawah mereka, sangat jarang diberi kesempatan untuk turun ke turnamen-turnamen dunia.
Contohnya Chico Aura Dwi Wardoyo yang saat ini telah berusia 24 tahun. Chico seangkatan dengan Lee Zii Jia dan bahkan mengalahkan Zii Jia di semifinal Kejuaraan Dunia Junior 2016. Chico meraih medali perak di ajang tersebut.
Namun kini kondisinya jauh 180 derajat antara Chico dengan Zii Jia. Saat ini Chico berada di peringkat 52 dunia. Sedangkan Zii Jia berperingkat 7 dunia dan berstatus sebagai juara bertahan di All England tahun ini dan Chico justru malah tidak diturunkan.
Dalam Piala Thomas 2021 dan Piala Beregu Asia 2022, Chico memperlihatkan permainan yang sangat baik. Serangannya pun tajam. Meski masih banyak yang perlu diperbaiki dari pertahanannya. Semoga Chico bisa semakin banyak diturunkan dalam berbagai turnamen.
Di bawah Chico, ada Ikhsan Leonardo Rumbay yang merupakan pemain seangkatan dengan Kunlavut dan Vitidsarn di kelas junior. Ikhsan juga sangat jarang diturunkan dalam berbagai turnamen dunia. Melihat permainan pemain berusia 23 tahun ini di Kejuaraan Beregu Asia 2022, sangat jauh jika dibandingkan dengan permainan Kunlavut dan Lakshya dalam dua tahun terakhir.
Jika Kunlavut dan Lakhsya sedang berlomba-lomba untuk masuk ke peringkat 10 besar dunia dan kini terlibat ‘perang’ memperebutkan gelar juara di Jerman Terbuka 2022, Ikhsan malah tercecer di peringkat 82 dunia. Miris…