Jumat 18 Mar 2022 20:31 WIB

Dalam Hukum Perkawinan Suami Dilarang Beli Properti Diam-Diam Seperti dalam Layangan Putus

Setiap tindakan hukum dari harta bersama harus dilakukan atas persetujuan suami/istri

Serial  Layangan Putus. Mas Aris yang membelikan penthouse untuk simpanannya, Lidya tanpa sepengetahuan istrinya, Kinan dilarang dalam hukum perkawinan. Setiap tindakan hukum terhadap harta bersama harus dilakukan atas persetujuan suami/istri.
Foto: WeTV
Serial Layangan Putus. Mas Aris yang membelikan penthouse untuk simpanannya, Lidya tanpa sepengetahuan istrinya, Kinan dilarang dalam hukum perkawinan. Setiap tindakan hukum terhadap harta bersama harus dilakukan atas persetujuan suami/istri.

Oleh : Siti Chusnul Nurlaela, SH, Mahasiswi Magister Hukum Universitas Pamulang

REPUBLIKA.CO.ID, Drama Layangan Putus yang diangkat dari kisah nyata yang viral di media sosial belum habis dibicarakan. Drama yang diangkat dari cerita nyata itu mengisahkan tentang seorang istri bernama Kinan yang mencurigai suaminya, Mas Aris, berselingkuh.

Kinan pun akhirnya mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan suaminya hingga mendapatkan bukti suaminya membelikan penthouse seharga Rp 5 Miliar dan mengajak wanita simpanannya, Lydia pergi ke Cappadocia, Turki. Padahal tempat itu adalah lokasi impian Kinan.

Fakta dan bukti-bukti tersebut telah membuat Kinan marah dan kecewa kepada Aris. Padahal selama ini Kinan sudah berusaha menjadi istri yang taat dan patuh pada suami.

Dari kisah di atas kita mendapatkan sebuah pelajaran, bagaimana hukumnya jika suami membeli dan menghibahkan properti tanpa izin dari istri sah? Jawaban dengan asumsi properti tersebut dibeli menggunakan harta bersama.

Pada dasarnya, setiap tindakan hukum terhadap harta bersama harus dilakukan atas persetujuan suami/istri. Jika suami membeli dan menghibahkan properti tanpa persetujuan istri, maka perbuatan hukum tersebut tidak sah dan batal demi hukum. Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan di atas bersifat umum -harta bersama- tidak dibedakan apakah wujud harta bersama itu berupa harta bergerak atau harta tetap.

Karena perbuatan hukum tersebut dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, dalam hal ini suami tanpa tanpa persetujuan istri. Perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut undang-undang dinyatakan tidak berwenang, berakibat batal demi hukum. Konsekuensinya perjanjian jual-beli dan perjanjian hibah tersebut dianggap tidak pernah ada sejak awal dan keadaan kembali seperti semula.

Untuk memecahkan persoalan hukum seperti ini, dalam praktiknya di lapangan penjual mensyaratkan pembeli untuk melampirkan surat persetujuan jual-beli properti yang ditandatangani suami/istri yang berhalangan hadir saat penandatanganan Akta Jual Beli (AJB). Dalam hal penjual telah mensyaratkan adanya surat persetujuan jual-beli dan calon pembeli (suami) telah melampirkannya dan ternyata dilakukan tanpa sepengetahuan istri, patut diduga suami telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur Pasal 263 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.

Setidaknya dengan melek hukum tentang perkawinan, ada upaya preventif dari sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia terutama bagi kaum perempuan yang masih single, belum menikah, dan bagi perempuan yang akan melangsungkan pernikahan. Dalam hukum dikenal dengan istilah "Perjanjian Pra Nikah" (Prenuptial Agreement).

Perjanjian pranikah ini dibuat sebelum berlangsungnya pernikahan dan mengikat kedua belah pihak calon pengantin yang akan menikah agar apa yang dialami oleh Kinan dalam drama ini dapat diantisipasi sebelum akad nikah kelak diresmikan di mana tujuannya adalah meminimalisir kerugian baik dari segi psikis maupun materi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement