Sabtu 19 Mar 2022 00:50 WIB

Penelitian Dunia Sebut Wanita Lebih Banyak Alami Long Covid dari Pria

Data dari seluruh penelitian dunia sebut wanita lebih banyak alami 'long covid'.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nora Azizah
Data dari seluruh penelitian dunia sebut wanita lebih banyak alami 'long covid'.
Foto: www.freepik.com.
Data dari seluruh penelitian dunia sebut wanita lebih banyak alami 'long covid'.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Doctor Fox Online Pharmacy, Deborah Lee mengungkapkan fakta bahwa wanita lebih banyak mengalami penyakit kronis dibanding pria. Begitu juga dengan gejala long Covid yang juga lebih banyak dialami oleh wanita.

"Data penelitian dari seluruh dunia telah terakumulasi yang menunjukkan bahwa wanita lebih mungkin terjangkit Long Covid daripada pria," kata Lee dilansir dari Metro.co.uk, Jumat (18/3/2022). 

Baca Juga

Lee mengatakan, diketahui bahwa wanita di bawah usia 50 tahun, yang dirawat di rumah sakit karena Covid, lima kali lebih kecil kemungkinannya untuk pulih sepenuhnya, tujuh kali lebih banyak kemungkinan masih merasa sesak napas, dan dua kali lebih mungkin menderita kelelahan dibandingkan pria yang berusia sama. 

Lee menjelaskan ketidaksetaraan dalam tingkat Long Covid ini mungkin terjadi karena perbedaan biologis antara pria dan wanita.  Perbedaan tersebut dinilai memengaruhi sistem kekebalan dan respons kekebalan.

"Mungkin pria memiliki reaksi kekebalan awal yang lebih intens terhadap infeksi Covid, tetapi pada wanita, durasi respons kekebalannya diperpanjang," imbuhnya.

Dirinya mengatakan sebagian besar kasus Long Covid didiagnosis pada wanita perimenopause. 

Ahli imunologi Amerika, Akiko Iwasaki melaporkan bahwa sel T pada wanita lebih aktif pada awal infeksi Covid daripada pria.  Sel T adalah sel darah putih yang mencari dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus. Iwasaki juga percaya bahwa wanita diprogram untuk memiliki sistem kekebalan yang lebih agresif mengingat fungsi reproduksi mereka dan kebutuhan mereka untuk melindungi kehamilan.

Pemikiran lain tentang mengapa Long Covid mempengaruhi lebih banyak wanita, adalah bahwa Covid memicu timbulnya penyakit autoimun. Sebuah penelitian pada September 2021 lalu menemukan bahwa Covid dapat meningkatkan produksi autoantibodi yang sebelumnya hanya ada di dalam tubuh pada tingkat yang sangat rendah.

Lee mengatakan alasan mengapa hal tersebut lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. "Mungkin infeksi Covid pada wanita yang memiliki kecenderungan genetik, 'menghidupkan' sistem kekebalan, yang kemudian gagal 'mematikan' lagi – menyebabkan gejala kronis,” terang Lee. 

Sementara di sisi lain, pria dilindungi dari ancaman tersebut karena kadar testosteron yang tinggi diketahui mengurangi fungsi sel B. Sel B menjadi sel darah putih yang menghasilkan autoantibodi.

Hal lain yang juga penyebab wanita lebih terjangkit Long  Covid karena bias gender dalam perawatan kesehatan. Sebuah laporan oleh British Medical Association tahun 2021 menemukan bahwa meskipun wanita hidup lebih lama daripada pria, wanita dinilai menghabiskan lebih banyak hidup mereka dalam kesehatan yang buruk.

"Wanita dewasa dua kali lebih mungkin menderita depresi daripada pria, dan lebih mungkin menderita kondisi kronis seperti radang sendi dan migrain daripada pria," dalam laporan tersebut. 

Lee mengatakan cara terbaik untuk mengurangi risiko Long Covid adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi terhadap Covid membantu menghentikan infeksi sejak awal. 

“Setelah vaksinasi, jika Anda memang terinfeksi Covid, kemungkinan infeksinya akan jauh lebih ringan." ungkapnya.

Sebuah studi tahun 2021 menemukan bahwa mereka yang divaksinasi memiliki sekitar 50 persen pengurangan kemungkinan masih memiliki gejala 28 hari setelah terinfeksi Covid.

Lee juga mengatakan penting untuk mengetahui faktor risiko lain yang jadi penyebab terjadinya Long Covid. Long covid juga mungkin terjadi pada mereka yang lebih tua, sudah memiliki penyakit autoimun, sebelumnya telah terinfeksi Epstein Barr Virus (EBV), atau memiliki diabetes tipe-2 atau penyakit paru obstruktif kronik. (PPOK).

"Cobalah untuk menghindari didiagnosis dengan diabetes tipe-2. Ini mungkin berarti perlu menurunkan berat badan," ucapnya.

Selain itu Lee juga mengimbau untuk tidak merokok. Sebab rokok jadi penyebab utama PPOK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement