Oleh : Muhammad Zulfikar Rakhmat*
REPUBLIKA.CO.ID, Sementara sejak awal pandemi beberapa negara di dunia bersikap saling menyalahkan tentang asal mula virus Covid-19, tanpa banyak bicara Cina dan Qatar telah menunjukkan contoh bahwa menjunjung tinggi solidaritas dan kerja sama adalah cara terbaik untuk menghadapi krisis.
Qatar membantu Cina
Pada bulan Februari 2020, saat dunia tengah menyaksikan bagaimana virus Covid-19 mematikan kota Wuhan, banyak dari mereka yang menyangsikan dan bahkan menuduh bahwa virus ini hanyalah sebuah konspirasi semata. Namun, Qatar tidak menggubris kecurigaan yang santer terdengar tersebut. Melainkan, sejak awal Covid-19 muncul, Qatar adalah salah satu negara yang langsung merespons dengan mengirimkan bantuan ke Cina. Melalui kargo Qatar Airways, 300 ton pasokan peralatan dan kebutuhan medis diterbangkan Qatar ke daerah-daerah yang membutuhkan di Cina.
Qatar memanfaatkan posisi strategisnya sebagai pusat transportasi global untuk membantu Tiongkok dengan transportasi kargo udara gratis. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Eksekutif maskapai penerbangan Qatar Airways, Akbar Al Baker, "Ketika krisis ini dimulai, kami tahu kami harus berkontribusi untuk mendukung teman-teman kami di Cina..." sembari turut menekankan, "...kami (secara geografis) berada dalam posisi unik dimana kami dapat memberikan dukungan kemanusiaan secara langsung dengan mengirimkan pesawat, menyumbangkan persediaan medis, serta mengkoordinasikan pengaturan logistik ke Cina."
Balas budi, Cina ikut serta membantu Qatar
Tak berapa lama, situasi menjadi berbalik ketika Qatar yang gantian memerlukan bantuan dalam penanganan Covid-19 di negaranya. Cina kemudian memutuskan untuk membalas bantuan Doha sebelumnya.
Para pejabat pemerintahan perwakilan dari kedua negara ini juga sering membuat pernyataan publik yang menekankan pentingnya kooperasi antar negara, terutama dalam penanggulangan pandemi Covid-19 yang kini terjadi.
Pernyataan dukungan tersebut tidak hanya secara retoris saja. Telah terjalin kerja sama yang nyata dalam bentuk bantuan kesehatan yang mengalir dari Beijing ke Doha. Tepatnya, Cina mengirimkan 4 juta masker medis dan 640 ribu disinfektan ke Doha.
Selain itu, bank Cina yang berlokasi di Qatar, Bank of China, menyumbangkan 1 juta pasang sarung tangan medis dan 7.500 set pakaian pelindung (APD). China Southern Airline dan beberapa perusahaan dari Shanghai juga telah berbagi persedian alat dan perlengkapan perlindungan untuk Qatar Airways, serta banyak bantuan lainnya.
Selain itu, Cina bahkan turut membuka pusat pengetahuan dan studi secara online yang ditujukan khusus untuk memberikan pelatihan bagi para pakar kesehatan Qatar dan berbagi pengalaman dalam pencegahan dan pengendalian epidemi Covid-19. Ini semua adalah bukti bahwa Cina mengingat dan ingin membalas budi atas perhatian Qatar kepada Cina sebelumnya.
Hubungan yang harmonis ini sangat kontras berbeda dengan yang dilakukan oleh AS kepada Cina, sebagai ilustrasi. Bahkan sejak awal pandemi ini muncul, AS secara terbuka sudah mengeluarkan kritik pedas kepada Cina yang dianggap kurang transparan dan seolah menutupi dengan sengaja keparahan Covid-19 ini. Selain itu, para pejabat pemerintah AS dalam berbagai kesempatan sering menyalahkan Cina atas apa yang terjadi dan menuntut pertanggungjawabannya. Tak pelak, karena sinisme yang sering dikeluarkan oleh para pemimpin di AS, banyak warga Cina atau bahkan warga AS yang merupakan keturunan Cina mendapatkan perlakukan yang rasis di Negeri Paman Sam tersebut.
Sementara itu, baik masyarakat maupun Dewan Kerjasama Untuk Negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council) malah sering memuji langkah-langkah yang ditempuh Cina untuk mengatasi pandemi Covid-19. Qatar dan beberapa negara-negara Teluk lainnya bahkan turut berpartisipasi dalam sebuah dialog Arab-Cina yang membahas menyeluruh tentang topik Covid-19 pada bulan Mei 2020 untuk belajar langsung dari pengalaman Cina dalam menanggulangi pandemi.
Qatar telah mencontoh banyak langkah dan kebijakan yang ditempuh Cina, termasuk diantaranya kebijakan mobilisasi nasional, pencegahan dan pengendalian bersama, pengujian dan pelaporan, metode isolasi, rejimen pengobatan, dan bahkan Qatar juga melakukan pembangunan rumah sakit khusus untuk menangani pasien Covid-19 di negara itu.
Pembelajaran untuk dunia
Pada masa krisis seperti sekarang ini, teladan solidaritas yang ditunjukkan oleh Cina dan Qatar dan penekanan pada dukungan suportif secara mutual seharusnya dapat dijadikan sebagai model yang baik dalam kerjasama global.
Alih-alih saling menaruh kecurigaan dan berujung pada menyalahkan satu sama lain, yang perlu dilakukan oleh setiap negara adalah menjaga sinergi positif untuk bekerja sama dalam menangani pandemi.
Sikap saling menyalahkan atau bahkan mengeluarkan gagasan untuk menggugat secara hukum hanya akan mengalihkan fokus dari upaya nyata dan konkret untuk menghentikan penyebaran Covid-19 dan mendistraksi dari upaya-upaya guna menyembuhkan masyarakat di seluruh belahan dunia yang sudah terinfeksi.
Contoh yang baik baru-baru ini turut ditunjukkan oleh G20 ketika memutuskan untuk menangguhkan pembayaran hutang bagi beberapa negara-negara berkembang di dunia hingga akhir tahun 2020. Tujuannya agar negara-negara tersebut bisa fokus menyalurkan anggaran yang tersedia untuk perawatan kesehatan dan memberikan stimulus ekonomi bagi warganya yang terdampak pandemi.
Tak dapat dipungkiri bahwa masalah-masalah dunia selalu bertambah setiap harinya. Terlebih di bidang medis. Para ahli sudah memprediksi bahwa akan selalu ada penyakit-penyakit baru yang secara konstan muncul di bumi karena begitulah cara sains bekerja. Kemunculan virus, bakteri, atau apapun penyebab penyakit baru adalah hal yang sudah pasti akan terjadi.
Oleh karena itu, wabah virus Covid-19 ini harus menjadi momentum bagi dunia internasional untuk melakukan refleksi sikap, bahwa kerja sama adalah solusi terbaik untuk semua masalah, tidak hanya spesifik tentang Covid-19, tetapi juga isu-isu lain yang tengah dihadapi oleh semua negara di dunia, seperti isu lingkungan, perubahan iklim (climate change), serta bagaimana mengakhiri krisis pengungsi (refugee crisis). Semua ini perlu dilakukan dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang setiap negara di dunia yang berkelanjutan dan inklusif.
*Dosen Prodi Hubungan Internasional Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia