Rabu 23 Mar 2022 01:15 WIB

Gelombang Panas Ekstrem Picu Rekor Suhu di Kutub Utara dan Antartika

Ilmuwan menyatakan ada pemanasan yang belum pernah terjadi di Kutub Utara dan Selatan

Rep: mgrol136/ Red: Dwi Murdaningsih
Kutub Utara
Kutub Utara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kutub Utara dan Selatan sama-sama mengalami gelombang panas yang aneh. Gelombang panas ini menyebabkan rekor suhu di kedua wilayah. 

Pada hari Sabtu (19/3/2022), suhu di stasiun cuaca Concordia di Antartika adalah -12,2°C. Suhu ini sangat dingin tetapi tidak sedingin biasanya. Menurut pelacak catatan cuaca ekstrem Maximiliano Herrera, suhunya sekitar 40ºC di atas rata-rata. Sedangkan stasiun Vostok yang lebih tinggi tercatat -17,7ºC, melebihi rekor sepanjang masa sebesar 15ºC. 

Baca Juga

Pekan lalu, suhu di stasiun Terra Nova di tepi pantai sangat panas, mencapai 7ºC. Para ilmuwan telah menggambarkan gelombang panas sebagai "mustahil" dan "tidak terpikirkan." 

Peneliti Stefano Di Battista mengatakan dalam tweet nya bahwa klimatologi Antartika telah ditulis ulang. Institut Potsdam mengatakan di sana terjadi pemanasan yang "belum pernah terjadi sebelumnya". 

Para peneliti sejauh ini menahan diri untuk tidak mengaitkan fenomena tersebut dengan perubahan iklim. Namun, jika peristiwa itu terjadi berulang kali, mungkin akan menimbulkan bencana bagi wilayah Arktik.

“Dan begitulah, Concordia memecahkan rekor suhu sepanjang waktu. Ini adalah saat suhu harus turun dengan cepat sejak titik balik matahari musim panas di bulan Desember. Ini adalah jenis gelombang panas Pacific Northwest 2021. Seharusnya tidak pernah terjadi, ” tulis Jonathan Willie di akun Twitter-nya.

The Washington Post merupakan yang pertama kali melaporkan berita tersebut. Suhu tinggi sangat terlihat, menurut ahli meteorologi Matthew Lazzara dan Linda Keller. Maret adalah awal Musim Gugur di Antartika, bukan Januari ketika ada lebih banyak sinar matahari. Dalam setahun ini, Antartika kehilangan 25 menit sinar matahari setiap hari.

Cepat memanas

Menurut Penganalisa Iklim Universitas Kelautan, secara keseluruhan benua Antartika pada hari Jumat 4,8ºC lebih hangat dari suhu dasar antara 1979 dan 2000. Pada saat yang sama, Kutub Utara secara keseluruhan adalah 3,3ºC lebih hangat daripada rata-rata tahun 1979 hingga 2000. Sebagai perbandingan, planet ini hanya memanas rata-rata 0,6ºC selama rentang waktu yang sama.

Peristiwa atmosfer yang ekstrem kemungkinan besar menjadi penyebab cuaca yang hangat. Selain itu, ada banyak curah hujan di Antartika yang membantu kelembaban menyebar ke seluruh benua. Pada waktu yang hampir bersamaan, sistem tekanan tinggi pemblokiran yang kuat, yang dikenal sebagai kubah panas, bergerak di atas Antartika Timur dan mencegah keluarnya uap air sehingga mengakibatkan suhu tinggi.

Perubahan iklim mendatangkan malapetaka di wilayah Arktik. Perubahan iklim menyebabkan pencairan es laut pada tingkat yang mengkhawatirkan. Bulan lalu, foto satelit mengungkapkan bahwa es laut di sekitar Antartika telah mencapai titik terendah empat dekade. Di sekitar pantai Antartika, es menutupi 750.000 mil persegi, turun dari 815.000 mil persegi pada 2017.

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), sebuah badan utama peneliti iklim mengatakan bahwa udara permukaan Arktik telah meningkat lebih dari dua kali lipat rata-rata global. Selama dua dekade terakhir, dengan umpan balik dari hilangnya es laut dan tutupan salju yang berkontribusi terhadap pemanasan. Menurut IPCC, es laut Arktik sekarang menurun di semua bulan dalam setahun.

Dalam Perjanjian Paris 2015, negara-negara menetapkan tujuan aspirasional untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5ºC. Disisi lain, janji iklim saat ini menempatkan dunia di jalur untuk menuju pemanasan sebesar 2,7ºC pada tahun 2100. Jika ini terjadi, konsekuensinya akan menghancurkan. Kami masih punya waktu untuk membalikkan arah, tapi semakin dekat ke akhir.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement