REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono berharap revisi terbatas UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan bisa menciptakan efisiensi pada keamanan laut Indonesia. Sejauh ini keamanan laut seakan-akan jalan sendiri-sendiri karena ada enam kementerian/lembaga yang memiliki kapal patroli.
“Kita harus mencari efisiensi dalam keamanan laut kita, seharusnya Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang menjadi 'ketua kelas' dalam hal ini. Saat ini seakan jalan sendiri-sendiri baik itu Bakamla, kementerian/lembaga, Polisi, Bea Cukai, dan lainnya. Memang betul mereka jalan sesuai dengan tupoksinya, tapi secara terpadu perlu diatur agar lalu lintas bisa teratur,” ucap Nono Sampono saat FGD 'Urgensi Penguatan Penegakan Hukum Dalam Undang-Undang' di Univeritas Pertahanan, Sentul, Jawa Barat, Selasa (22/3).
Senator asal Maluku itu menambahkan Angkatan Laut serta armadanya saat ini masih sangat terbatas. Untuk itu harus ada lembaga yang disiapkan. “Kita dalam revisi terbatas UU ini harus mengakui bahwa Indonesia Coast Guard adalah Bakamla. Selain itu harus diberikan hak untuk menyidik dan tentunya harus di bawah presiden langsung,” jelasnya.
Menurut Nono Sampono sudah 50 tahun Indonesia hanya berkutik dalam penataan sistem keamanan laut Indonesia. Bahkan sampai saat ini untuk menyatukan kemaritiman Indonesia belum juga bisa diselesaikan.
“Untuk perdamaian, Bakamla bisa sebagai penegak hukum. Dalam keadaan darurat, ia juga mampu mendukung sistem pertahanan negara. Jadi ada dua dimensi, sementara kita belum punya,” kata Nono Sampono.
Senada dengan Nono Sampono, Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Badikenita Br Sitepu menambahkan terdapat 24 UU yang mengatur tentang keamanan laut, bahkan terdapat berbagai lembaga atau unit kerja yang memiliki kewenangan untuk pelaksanaan penegakan hukum. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya koordinasi diantara lembaga yang memiliki kewenangan di wilayah perairan
“Terdapat banyak peraturan perundangan yang materinya saling tumpang tindih dan berbenturan. Permasalahan lainnya dalam keamanan laut dan pantai adalah banyaknya instansi yang berwenang, sehingga kurang efektif dalam keamanan laut kita,” imbuh senator asal Sumatera Utara itu.
Di kesempatan yang sama, Wakil Rektor I Universitas Pertahanan Jonni Mahroza juga mengakui bahwa eksistensi penegakan hukum kelautan masih kurang. Untuk itu perlu pembenahan dan sinergitas lembaga terkait atas keamanan laut sehingga bisa sesuai dengan regulasi yang ada. “Revisi terbatas UU ini kami mengharapkan bisa sesuai dengan apa yang kita harapkan,” paparnya.
Kepala Bakamla Aan Kurnia menilai bahwa kondisi saat ini ada enam kementerian/lembaga yang mempunyai armada patroli berdasarkan UU. Alhasil kondisi saat ini seakan tumpang tindih kewenangan dalam penindakan di laut. “Dampaknya sekarang menjadi ambiguitas penanggungjawaban keamanan maritim kita. Belum lagi pemeriksaan berulang oleh kapal patroli yang berbeda-beda,” tuturnya.