REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kemampuan berpikir cepat dan strategis dibutuhkan oleh seorang public relations di saat menghadapi situasi krisis komunikasi. Dalam situasi krisis public relations (PR), media memiliki peran penting.
Media juga dapat digunakan untuk memperkuat reputasi yang nantinya diharapkan dapat menjaga sebuah brand agar bisa sustain dalam menjalankan bisnis perusahaannya.
Hal tersebut menjadi benang merah dari Kuliah Umum bertajuk “Turning Crisis Into Golden Opportunity” yang dilakukan secara daring oleh Program Studi Humas, Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, Rabu (23/3/2022).
Dalam kuliah umum ini tiga penulis buku PR Crisis menjadi pemateri. Ketiganya adalah Dr. Firsan Nova selaku CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Dian Agustine Nuriman (Founder of Nagaru Communication), dan jurnalis Republika, Mohammad Akbar.
Direktur Program Pendidikan Vokasi UI turut memberikan sambutannya sebelum pemaparan materi berlangsung. Ia menyebutkan pentingnya pengelolaan krisis untuk mengubah hal tersebut menjadi kesempatan emas.
"Pada era saat ini, seorang humas sangat dituntut untuk mampu mengelola isu yang ada agar tidak menjadi krisis yang besar melalui SOP dan mitigasi krisis yang dimiliki untuk dijalankan dengan baik. Apabila isu ataupun krisis tersebut dikelola dengan baik maka dapat menjadi sebuah peluang membangun reputasi." sambut Padang Wicaksono, S.E., Ph.D
Dalam pemarannya, Firsan menyampaikan fase siklus sebuah krisis komunikasi. Seorang profesional public relations ketika menghadapi sebuah krisis, kata dia, tidak boleh berlama-lama dalam situasi baper. Jika larut dalam suasana yang penyangkalan atau penolakan yang terlalu lama maka seorang profesional PR akan kalah dalam peperangan.