Kamis 24 Mar 2022 17:25 WIB

APPI Minta DPR tak Memasukkan RUU Sisdiknas ke Prolegnas Prioritas

APPI menemukan beberapa masalah fundamental dalam draf RUU Sisdiknas.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) meminta DPR RI untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi. Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) meminta DPR RI untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) meminta DPR RI untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. APPI menemukan beberapa masalah fundamental dalam draf RUU Sisdiknas yang telah diuji publik dengan partisipasi terbatas. 

"APPI meminta agar DPR tidak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022," ujar Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Dengan Komisi X DPRI RI, di Jakarta, Kamis (24/3/2022). 

Baca Juga

Selain itu, APPI juga merekomendasikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk membentuk Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas. Panitia kerja nasional itu akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendesain peta jalan pendidikan nasional, naskah akademik, dan draft RUU Sisdiknas. 

"APPI berpendapat, pembaruan UU Sisdiknas diperlukan, tetapi pembaruan ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, dan keterlibatan publik yang luas secara bermakna," kata dia. 

APPI menilai uji publik RUU Sisdiknas yang dilakukan oleh Kemendikbudristek mengejutkan publik karena dilakukan dengan tergesa dan pelibatan publik yang minim. APPI telah menemukan beberapa masalah fundamental dalam draft RUU Sisdiknas yang telah diuji publik dengan partisipasi terbatas. 

Masalah fundamental pertama, Kemendikbudristek hanya akan mengintegrasikan tiga UU ke dalam RUU Sisdiknas, yaitu UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan Tinggi. Padahal, ada 23 UU yang terkait dengan pendidikan, namun tidak diintegrasikan ke dalam proses ini untuk menuju satu sistem pendidikan nasional. 

Kedua, terkait rencana Kemendikbudristek mengajukan naskah akademik dan Draft RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2022. Menurut APPI, sejauh ini pelibatan publik sangat minim dan banyak bagian-bagian di naskah akademik serta pasal-pasal di dokumen RUU Sisdiknas bermasalah. 

"Ketiga, secara substansi, naskah RUU Sisdiknas yang beredar secara tidak resmi belum komprehensif, banyak hal fundamental hilang, tidak diatur, dan pasal-pasalnya ambigu," jelas Alpha. 

Keempat, naskah akademik dan draft RUU Sisdiknas resmi sampai sekarang belum dipublikasi oleh Kemendikbudristek. Padahal, APPI menilai hal itu merupakan amanat dalam UU No.12/2011 tentang Pembentukan Undang-Undang. 

"Yang menyatakan bahwa penyebarluasan dilakukan sejak penyusunan RUU, dan setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat," kata dia. 

Masalah fundamental kelima, yakni terkait perubahan UU Sisdiknas yang dilakukan secara tergesa-gesa dan tidak transparan. Menurut APPI, hal tersebut justru akan menimbulkan banyak persoalan di masa depan. 

"Urgensi saat ini bukanlah perubahan UU Sisdiknas, melainkan pemulihan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih menjadi persoalan serius bagi guru, siswa dan orang tua," terang Alpha. 

APPI terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Tamansiswa, dan Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU). 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement