REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anif meminta penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dilakukan secara cermat. Tujuannya agar tidak menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat.
"Setelah melakukan kajian ternyata RUU Sisdiknas ada beberapa yang sifatnya masih cacat, belum menunjukkan RUU yang komprehensif," katanya usai pelepasan wisudawan/wisudawati UMS di Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (26/3/2022).
Dia menilai, dalam RUU tersebut tidak ada kajian akademis yang secara filosofis menjelaskan mengapa perlu ada RUU Sisdiknas. "Padahal sebelumnya sudah ada UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Itu lebih bersifat komprehensif dan mengakomodasi seluruh kepentingan," kata Sofyan.
Terkait penyusunan RUU tersebut, menurut dia, secara mekanisme perlu adanya keterlibatan dari masyarakat dan mitra kerja pemerintah. "Ini (RUU Sisdiknas) prosesnya begitu cepat, tidak melibatkan masyarakat. Tahu-tahu sudah ada RUU ini," ucap Sofyan.
Dia menilai, dari sisi filosofi hukum, RUU Sisdiknas yang baru ini belum mencerminkan UU yang berangkat dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. "Termasuk di dalamnya mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun bangsa yang berkarakter, dan berbudi pekerti luhur. Ini dipersingkat hanya mendasarkan pada kultur budaya bangsa, ini tidak kata-kata beriman dan bertakwa. Sila satu (Pancasila) belum jadi dasar menyusun RUU Sisdiknas," kata Sofyan.
Terkait hal itu, Sofyan berharap agar penyusunan RUU Sisdiknas tidak perlu dilakukan secara tergesa-gesa. "Karena RUU ini akan mem-breakdown di bawahnya. Ini bisa menimbulkan pro kontra yang lebih besar lagi. Oleh karena itu, susunlah dengan cermat, libatkan stakeholder, salah satunya lembaga pendidikan," katanya.