REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati menyambut baik pembaruan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) antara Indonesia dan Malaysia. Mufida mengatakan, perlindungan PMI adalah harga mati bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada PMI yang dinilai telah memberikan manfaat besar bagi negara.
"Terbitnya perlindungan PMI di Malaysia setelah mandek sejak 2016 adalah langkah baik, sebab perlindungan PMI adalah sebuah kewajiban negara dan pemerintah wajib mengusahakannya. Ini memang bagian dari penunaian tanggung jawab pemerintah setelah lama terbengkalai," kata Mufida dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/4/2022).
Mufida mengungkapkan, usai MoU disepakati, tahap selanjutnya adalah mengupayakan kedua belah pihak melakukan implementasi terhadap aturan perlindungan PMI di negara masing-masing. Ia berharap ada kepastian hukum terhadap pelaksanaan MoU Indonesia-Malaysia melalui aturan teknis.
"Adanya nota kesepahaman bermakna kedua belah pihak saling membutuhkan dan sejajar. Kita harapkan implementasi MoU ini di lapangan memiliki kekuatan hukum di kedua negara untuk perlindungan maksimal terhadap PMI," ujar Mufida.
Kurniasih memaparkan beberapa peraturan tambahan yang ada di MoU ini, diantaranya pendataan one channel system bagi semua PMI yang mencakup lokasi bekerja, identitas majikan, dan latar belakang majikan.
Kemudian ada kenaikan upah minimum dari Rp 4 juta menjadi Rp 5 juta. Larangan terhadap majikan untuk menahan paspor atau dokumen pribadi milik pekerja migran dan mewajibkan pemerintah Malaysia untuk memastikan larangan ini dipatuhi.
Mewajibkan majikan memberikan hak pekerja untuk menggunakan telepon atau berkomunikasi kepada keluarga atau perwakilan RI di Malaysia. Mensyaratkan endorsement kontrak kerja oleh perwakilan RI di Malaysia untuk pembuatan atau perpanjangan visa kerja. Serta proses penempatan pekerja hanya bisa dilakukan oleh agensi yang terdaftar di pemerintah Malaysia dan perwakilan RI.
"Ada klausul agar pemerintah memastikan larangan menahan paspor dipatuhi, ini harus ada tindaklanjutnya agar ada kepastian hukum dalam pelaksanaan di lapangan yang sudah menjadi kewajiban kedua negara," jelas politkus PKS tersebut.
Mufida berharap PMI yang akan bekerja dan tengah bekerja di Malaysia mendapat kepastian perlindungan yang maksimal. Proses aturan-aturan terbaru terkait MoU ini juga harus segera disosialisasikan agar PMI mengerti hak dan kewajiban mereka usai kesepakatan kedua negara.
"Sosialisasi ini harus maksimal dan benar-benar dipahami oleh teman-teman PMI sehingga mereka paham apa yang menjadi hak mereka dan apa kewajibannya. DPR akan mengawal agar perlindungan PMI di Malaysia benar-benar terealisasi," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi I DPR Christina Aryani. Ia berharap adanya MoU ini dapat memberi perlindungan lebih baik bagi PMI di Malaysia.
"Ini berita sangat baik dan pasti disambut gembira pekerja migran kita di Malaysia. Saya sendiri senang karena dari awal terus mendorong agar MoU ini segera disahkan agar pekerja migran kita memiliki kerangka perlindungan dan jaminan akan hak-hak mereka," ungkapnya.
Ia menuturkan bahwa mayoritas usulan Indonesia untuk memberikan pelindungan lebih baik bagi PMI domestik akhirnya diterima Malaysia. Dia beberkan beberapa poin kesepakatan penting yaitu One Channel System (OCS) sebagai satu-satunya sistem penempatan PMI domestik ke Malaysia, satu jenis kerja dengan deskripsi pekerjaan yang jelas, standar gaji minimum mulai dari 1.500 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 5 juta dan pembayaran gaji melalui rekening PMI (e-wages).
"Dan khusus untuk OCS, ini menjadi satu-satunya kanal legal untuk merekrut dan menempatkan PMI domestik ke Malaysia. Ini krusial bagi kepastian perlindungan dan di saat yang sama Malaysia juga berkomitmen untuk mengeluarkan Indonesia dari sumber perekrutan sistem maid online yang selama ini marak terjadi dan mendegradasikan martabat pekerja migran kita," jelas Christina.
Politikus Partai Golkar itu juga berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia November tahun lalu menyuarakan percepatan perundingan MoU ini. Dirinya juga mengapresiasi pihak yang telah terlibat seperti Kemenaker, Kemenlu, BP2MI dan perwakilan masing-masing institusi yang terlibat langsung dalam perundingan.
"Saya pribadi sangat senang, tinggal sekarang tugas kita bersama untuk memastikan pelaksanaan MoU ini diimplementasikan Malaysia sesuai kesepakatan. Maka mekanisme monitoring menjadi sangat penting," tuturnya.