Oleh : Erik Purnama Putra, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Jenderal Andika Perkasa akhirnya mendapatkan panggung. Video rapat dengan panitia tentang proses rekrutmen penerimaan calon prajurit TNI 2022, diunggah di akun Youtube pribadinya. Ingat, bukan akun Youtube Puspen TNI. Melainkan di channel Jenderal TNI Andika Perkasa.
Ini memang terasa janggal. Meski tidak mengagetkan juga bagi penulis. Sejak Andika dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai panglima TNI pada 17 November 2021, sosoknya memang kerap mencuri perhatian. Pembawaannya yang kalem dan murah senyum, namun tegas di depan kamera membuat awak media kerap memburunya di berbagai momen.
Andika bisa dikatakan sebagai media darling pula. Karakter Andika kontras dengan Jenderal Dudung Abdurachman. Berbeda dengan Dudung yang lekat dengan kontroversi, Andika tidak begitu. Profilnya yang luar biasa membuat banyak pihak bisa memahami setiap kenaikan jabatan yang diraih Andika. Meski ada yang mengaitkan prestasinya dengan sang mertua Jenderal (Purn) AM Hendropriyono, namun Andika memang layak untuk menyandang jabatan Pangkostrad, KSAD, hingga Panglima TNI.
Hingga ia mencapai pucuk pimpinan TNI, sangat sedikit suara sumbang yang menyertainya. Andika seolah tanpa cela. Selain karena pembawaan dan fisiknya, Andika juga memiliki latar belakang akademik yang bagus. Sehingga citranya pun bagus di mata masyarakat. Satu lagi, ia tidak pernah berkomentar di luar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) di dunia kemiliteran.
Nah, di sinilah masalahnya. Ketika Andika menjabat TNI 1, ia memiliki kebijakan baru. Dia ingin melakukan pendekatan baru di Papua. Andika berupaya menggunakan soft power dalam menangani konflik Papua. Dia ingin menyelesaikan masalah di Bumi Cenderawasih tanpa kekerasan. Sebuah jargon baru, namun sebenarnya sudah lama coba diterapkan dan tidak pernah berhasil. Kemasan baru yang coba ditawarkan Andika, faktanya tidak berjalan sempurna. Bahkan, akhirnya banyak menelan korban prajurit TNI.
Catat saja, sejak Andika menjadi Panglima TNI, serangan kelompok separatis teroris (KST) Papua terhadap prajurit semakin intensif. Baik matra darat, laut, dan udara sudah menjadi sasaran KST. Bahkan, kasus terakhir terbilang sangat sadis. Prajurit TNI dan istrinya yang seorang bidan, harus merenggang nyawa. Putranya ikut menjadi korban keganasan KST lantaran jarinya putus.
Di sinilah yang patut dipertanyakan, sebenarnya strategi yang dijalankan Andika apakah efektif di lapangan? Apalagi, ia kerap membagikan momen rapat bersama dengan Pangdam Kasuari dan Cenderawasih, serta seluruh komandan korem di Papua dalam menyikapi serangan KST. Andika juga sudah menjalankan rapat langsung di Papua.
Faktanya, semakin banyak saja korban berjatuhan. Jika prajurit TNI semakin mudah menjadi incaran lawan, berarti pendekatan di lapangan perlu ada yang dievaluasi. Pertanyaannya, apakah Andika menyadari jika kebijakannya dalam menangani situasi keamanan di Papua sudah efektif? Jika melihat banyaknya korban prajurit gugur maka jelas keputusan yang dibuatnya masih menyisakan celah yang perlu banyak perbaikan.
Sorotan pun akhirnya mengarah kepadanya. Apalagi, masa jabatannya akan berakhir pada Desember 2022. Sehingga, Andika perlu mewariskan sebuah masa kepemimpinan yang bisa dirasakan seluruh prajurit, termasuk yang sedang ditugaskan operasi di Papua.
Dalam waktu relatif singkat, Andika menemui jalan terjal. Ternyata pilihan pendekatan yang digadang-gadang baru dalam menyikapi konflik di Papua malah harus mengorbankan banyak prajurit. Dalam titik ini, Andika mesti bertanggung jawab untuk mulai memikirkan lagi perlunya strategi baru bagi prajurit di medan Papua. Tujuannya agar tidak ada lagi personel TNI yang gugur dalam tugas. Apalagi, ia pernah berpesan jika jumlah prajurit yang berangkat ke medan operasi harus sama dengan ketika pulang.
Kala semakin banyak prajurit menjadi korban keganasan KST dan sorotan mulai mengarah ke Andika, ia membuat keputusan yang menghebohkan. Rapat yang bersifat internal di Subden Denma Mabes TNI, Jalan Merdeka Barat Nomor 2, Jakarta Pusat, pun dibagikan ke publik. Dia meminta agar penerimaan prajurit TNI dipermudah.
Tentu saja yang mendapat sorotan adalah dibolehkannya keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang memberontak pada 1965, mendaftar sebagai calon prajurit TNI. Andika menegaskan, yang dilarang TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 adalah penyebaran komunisme, leninisme, dan marxisme. Sehingga, ia berpatokan aturan, jika anak cucu PKI bisa menjadi prajurit TNI.
Tidak hanya itu, Andika juga ingin ada keadilan bagi remaja yang tinggal pegunungan yang tidak bisa berenang. Bagi dia, syarat berenang tidak perlu ada sehingga harus dihapuskan. Andika juga meminta syarat akademik untuk dihapus saja. Nantinya panitia hanya cukup meminta hasil ujian kelulusan SMA. Karena yang memerintahkan adalah Panglima TNI, panitia dari tiga matra yang hadir pun hanya bisa manggut-manggut menuruti atasannya.
Setelah video itu ditayangkan dan dapat diakses publik, riuh pula tanggapan masyarakat. Pro dan kontra menyikapi keputusan Andika mencuat ke publik. Ada yang mengapresiasi Andika, ada pula yang mempertanyakan keputusannya.
Namun satu yang pasti, Andika pun tidak lagi disorot terkait banyaknya prajurit TNI yang gugur di Papua. Masyarakat menjadi lebih asyik membahas keturunan PKI menjadi calon prajurit TNI. Nama Andika pun akhirnya menjadi perbincangan di warung kopi dan pasar yang melibatkan masyarakat luas. Penulis percaya, saat ini, semakin banyak masyarakat Indonesia yang menjadi tahu dan kenal siapa itu Andika.
Jika sebelumnya, Andika sudah masuk radar sebagai kandidat calon presiden dalam salah satu lembaga survei kredibel, saat ini namanya pasti semakin berkibar. Apalagi, ia masih memiliki waktu delapan bulan untuk mengabdi sebagai Panglima TNI. Pada sisa waktu tersebut, ia mempunyai banyak kesempatan untuk membuat kebijakan baru yang bisa menyedot perhatian publik.
Tidak mengejutkan, nama Andika semakin berkibar. Figurnya telah dikenal banyak orang. Apalagi, ia dari kalangan militer. Berbagai modal itu bisa menjadi modal serius bagi Andika untuk benar-benar bisa maju di Pilpres 2024.
Perlu diingat, Andika juga memiliki keunggulan nonteknis jika benar-benar memiliki niatan berkompetisi di 2024, yaitu berstatus sebagai menantu eks Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono. Jika memang Andika sudah mulai tergerak bersaing di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, jalan menuju ke sana bisa bersandar dengan meminta bantuan mertua yang merupakan orang kepercayaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Apalagi, ia semakin intensif mengunggah berbagai video rapat dengan jajaran TNI.
Hanya saja, satu kendalanya, ia hanya perlu mendapatkan tiket untuk maju. Tiket setara 20 persen kursi parpol. Jika syarat itu sudah bisa didapat, sepertinya laju Andika bisa tidak terbendung. Apalagi, jika ia mendapatkan pasangan yang pas. Belum lagi, ia sudah mendapatkan simpati dari sebagian kalangan lantaran menghapus larangan keturunan PKI tak bisa mendaftar sebagai calon prajurit TNI. Dengan begitu, minimal Andika memiliki modal menggaet suara di segmen tertentu. Tidak mengherankan, peluangnya untuk menang di ajang pilpres sangat besar.
Apakah memang heboh-heboh keputusan Andika membolehkan anak keturunan PKI menjadi prajurit TNI arahnya terkait 2024? Apakah memang ia sengaja memunculkan isu besar yang menyedot perhatian masyarakat luas agar melupakan banyaknya prajurit TNI yang gugur di Papua?
Apakah Andika yang semakin masif mengunggah video di channel pribadinya, tidak memiliki motif agar semakin dikenal banyak orang? Lagi-lagi, terlalu naif jika kita percaya Andika tidak memiliki agenda politik dalam sepak terjangnya selama menjabat Panglima TNI.