Oleh : Mas Alamil Huda, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, “Vaksin Covid-19 tidak menghilangkan kemungkinan seseorang terpapar virus corona. Tetapi vaksin tebukti efektif mencegah individu tidak sampai mengalami sakit parah jika terinfeksi”.
Narasi seperti itu sampai saat ini masih terus digaungkan. Hari-hari ini, manfaat vaksinasi itu kian diamplifikasi seiring upaya mendorong capaian booster yang menjadi syarat mudik tanpa harus tes konfirmasi Covid-19. Meski animo masyarakat mengambil kesempatan booster tinggi, khususnya di Jabodetabek dan kota besar lainnya, tapi ada yang mengganjal soal alur logika kebijakan ini.
Jika vaksinasi Covid-19 dimaksudkan untuk mencegah penularan, maka semua orang yang mau mudik, baik sudah menerima dosis booster atau bahkan belum satu dosis pun, harusnya diwajibkan untuk melakukan tes antigen atau PCR. Mengapa? Karena mereka yang sudah divaksin juga masih mungkin terinfeksi Covid-19 dan bisa menularkan virus.
Kita tentu tahu, ada tetangga, teman, atau saudara, tetap terinfeksi Covid-19 pada periode gelombang omicron belum lama ini, meski sudah vaksinasi dosis lengkap atau dua dosis. Bahkan, tak jarang di antara kita yang masih juga terkena meski tiga dosis vaksin atau booster telah dimasukkan ke dalam tubuh.
Memang sebagian besar hanya merasa gejala ringan dan hanya perlu mengisolasi diri di rumah. Tapi belum terdengar sampai sekarang, apakah ringannya gejala tersebut karena pertahanan vaksinasi atau memang virusnya yang melemah. Tetapi intinya, semua masih mungkin tertular dan menularkan.
Pemerintah diketahui telah memutuskan, pemudik yang sudah vaksinasi dosis kedua disyaratkan untuk tes antigen. Sedangkan yang masih satu dosis harus PCR. Dari tes tersebut, pemudik disyaratkan harus dinyatakan negatif. Lantas, jika pemudik yang sudah booster masih memungkinkan terinfeksi dan menularkan virus, mengapa mereka juga tidak disyaratkan menunjukkan hasil negatif Covid-19?
Dalam konteks bahwa vaksin mampu melindungi individu dari kemungkinan sakit berat akibat Covid-19, maka yang perlu digenjot adalah vaksinasi untuk lansia dan kelompok rentan. Mobilitas mudik tahun ini diprediksi sangat tinggi. Artinya, tradisi sungkem ke orang tua menjadi titik krusial pencegahan penularan Covid-19.
Maka, mereka yang berpotensi bergejala berat jika terinfeksi Covid-19 mustinya diproteksi dengan memprioritaskan mereka di-booster atau setidaknya melengkapi dua dosis untuk mereka. Tetapi, tambahan signifikan vaksinasi booster justru ada di kota besar alias mereka yang akan mudik. Sementara untuk lansia tak begitu tampak.
Pemerintah diketahui telah menetapkan total sasaran penduduk yang divaksin sebanyak 208.265.720 orang. Jumlah sasaran itu hampir 80 persen dari total penduduk yang berjumlah 270-an juta jiwa. Jika semua sasaran tervaksinasi dua dosis, kekebalan kelompok atau herd immunity diharapkan tercapai. Tetapi hingga Ahad (10/4/2022), dari total sasaran vaksinasi, ‘baru’ 161 juta atau 78 persen yang telah menerima dosis lengkap atau dosis kedua. Sementara yang telah menerima dosis pertama sebanyak 197 juta (94,71 persen dari sasaran), dan dosis ketiga atau booster telah mencapai 27 juta (13 persen).
Jika dibedah lebih dalam, vaksinasi terhadap kelompok lansia masih menjadi pekerjaan rumah. Dari 21.553.118 orang sasaran, baru 80 persen di antaranya menerima satu dosis, dan 62 persen dua dosis. Capaian terhadap lansia paling rendah dibandingkan kelompok lain seperti petugas publik, masyarakat umum, atau bahkan remaja yang ‘start-nya’ paling akhir. Padahal, lansia diketahui menjadi kelompok yang paling banyak korban akibat Covid-19.
Di sisi lain, syarat booster akan sangat sulit dalam tataran implementasi. Angkutan umum mungkin bisa menerapkannya dengan berbagai mekanisme sedemikian rupa. Tetapi memastikan 85 juta pemudik telah booster atau yang sudah dosis dua melampirkan negatif Covid-19 dari tes antigen, akan sangat sulit dilakukan.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati beberapa hari lalu pun memastikan terkait tidak akan ada penyekatan atau menerapkan kebijakan putar balik bagi pemudik yang tidak memenuhi syarat perjalanan. Selain karena rumit, barangkali memastikan satu per satu pemudik telah memenuhi syarat sebagaimana aturan yang ada, menjadi tidak masuk akal.
Kembali lagi, syarat booster untuk mudik adalah ikhtiar mulia untuk mencegah penularan Covid-19. Suka atau tidak, faktanya penularan masih terjadi dan kasus harian masih 1.000-an per hari.
Pada akhirnya, semua pihak memiliki tanggung jawab untuk pencegahan penularan Covid-19. Bagi yang orang tuanya di kampung belum divaksin, setidaknya dua dosis, mohon diimbau untuk segera melengkapi dua dosis tersebut. Apabila ada kesempatan untuk booster, itu tentu lebih baik.