Kamis 21 Apr 2022 11:11 WIB

Kenali Risiko Keamanan di Dunia Virtual Metaverse

Ancaman keamanan masih akan tetap berkaitan dengan isu terkait pengambilalihan akun.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Setyanavidita Livikacansera/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang perempuan menggunakan virtual reality untuk berada di dunia metaverse.
Foto: pixabay
Seorang perempuan menggunakan virtual reality untuk berada di dunia metaverse.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metaverse menawarkan konsep dunia virtual baru. Dunia baru ini akan hadir dengan peradaban baru, yakni manusia akan tampil dengan avatar-nya masing-masing, dan melakukan berbagai kegiatan, layaknya di dunia nyata.

Berbagai kompleksitas terkait teknologi baru ini akan berdampak pula pada implikasi keamanan siber dan privasi. Menurut Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, Sandra Lee, saat ini sudah banyak perusahaan yang meng gunakan komputasi awan sebagai infrastruktur utama.

Baca Juga

"Ke depan, bukan hal yang mustahil apabila perusahaan-perusahaan ini juga mulai memindahkan kantor ke dunia VR. Walaupun teknologi ini, masih memerlukan peningkatan pesat untuk mewujudkan gagasan besarnya," kata Lee, belum lama ini.

Menurut dia, ke depan, ancaman keamanan pada era metaverse, masih akan tetap berkaitan dengan isu terkait pengambilalihan akun. Hal ini kemudian akan berujung pula pada pencurian identitas dan penipuan.

Namun, akan ada situasi keamanan yang sedikit berbeda nantinya di era metaverse. Mengingat, salah satu janji meta verse adalah interoperabilitas. Misalnya, kita membeli rumah di platform Decentraland, kemudian membeli sepasang sepatu kets virtual mewah dari OpenSea.

Semua barang ini, seharusnya akan dapat diakses di semua platform, termasuk yang kita gunakan untuk pergi bekerja di kantor virtual. "Hal ini akan menciptakan satu titik celah dan memberi tekanan yang lebih terhadap kebutuhan lebih besar dalam melindungi akun Anda," kata Lee.

Masalah lain dari interoperabilitas, kata dia, adalah karena hal ini didasarkan atas teknologi blockchain. Hal ini akan menempatkan lebih banyak tanggung jawab pada pengguna akhir untuk menjaga identitas dan properti digital mereka tetap aman.

Mengingat, salah satu konsep utama dari teknologi buku besar ini, adalah tiadanya otoritas pusat. "Ini berarti jika avatar NFT mewah Anda dicuri, platform tidak dapat membantu Anda, seperti yang ditunjukkan oleh kasus pencurian kera NFT dari Bored Ape yang terkenal, belum lama ini," kata dia.

Ditambah lagi, pada teknologi blockchain, kita harus selalu menautkan identitas dan akses ke data pribadi, ke dompet tempat menyimpan semua aset digital yang kita miliki. Hal ini, diyakini Lee, akan membuat penjahat dunia maya lebih bersemangat untuk mengaksesnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement