Kamis 28 Apr 2022 10:35 WIB

Potensi Manuskrip Lombok Jelaskan Keindahan Kemajemukan

Kemendikbud telah menetapkan manuskrip sebagai cagar budaya.

Red: Karta Raharja Ucu
Fathurrochman Karyadi, lulusan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan  anggota Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa).
Foto: dok pribadi
Fathurrochman Karyadi, lulusan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan anggota Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fathurrochman Karyadi, lulusan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan  anggota Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa).

Beberapa waktu lalu, untuk pertama kalinya saya mengunjungi Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saya hanyut melihat keindahan alamnya serta kerukunan masyarakatnya yang majemuk. Apalagi setelah ada Sirkuit Mandalika, Pulau Seribu Masjid ini semakin dipuji banyak pelancong lokal dan internasional. Namun demikian, ada satu hal yang tidak banyak dibidik, yakni potensi manuskripnya yang ternyata amat luar biasa.

Manuskrip atau naskah kuno merupakan memori kolektif bangsa Indonesia. Kemendikbud telah menetapkan manuskrip sebagai cagar budaya dan salah satu objek pemajuan kebudayaan. Bahkan, Organisasi PBB untuk pendidikan, keilmuan dan kebudayaan (UNESCO) memberikan anugerah Memory of the World (MoW) kepada Indonesia atas empat manuskripnya; La Galigo (abad ke-14), Babad Diponegoro (1831), Nāgarakrĕtāgama (1365), dan Naskah Panji (abad ke-13).

Penting untuk diketahui manuskrip Lombok memiliki karakteristik yang unik dan kekayaannya yang melimpah, baik dari segi bahasa, aksara, tema, maupun bahannya. Hal ini tak heran melihat beragam etnis ada di pulau dengan kota utama Mataram tersebut. A.R. Wallace (1986) dan Kendra Clegg (2008) mengatakan Sasak merupakan penduduk asli dan kelompok etnis mayoritas Lombok, sedangkan etnis pendatang di antaranya Bali, Sumbawa, Jawa, Arab, dan Cina.