REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengaku sudah berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan tentang penyakit hepatitis akut yang belakangan muncul ke permukaan. Melihat adanya penyakit tersebut di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum usai, Kemendikbudristek meminta satuan pendidikan untuk memperbaiki protokol kesehatan (prokes) di tempat masing-masing.
"Kami sudah berdiskusi (dengan Kemenkes mengenai penyakit hepatitis akut)," ungkap Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, lewat pesan singkat kepada Republika.co.id, Selasa (10/5/2022).
Sebagaimana diketahui, hingga saat ini para peneliti belum mengetahui dari mana virus hepatitis akut yang menyerang anak-anak berasal. Di sisi lain, pembelajaran tatap muka (PTM) akan kembali dilaksanakan usai penambahan libur untuk Hari Raya Idul Fitri 1443 H. Jumeri menyampaikan, untuk itu, sebagai langkah pencegahan, satuan-satuan pendidikan perlu memperbaiki prokes.
"Sekolah perlu memperbaiki prokes sebagaimana sudah ada pada SKB Empat Menteri tentang Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19," kata Jumeri.
Sebelumnya, penyakit hepatitis akut yang sedang melanda dunia diduga telah masuk ke Indonesia setelah tiga anak dilaporkan meninggal dunia akibat terinfeksi penyakit misterius ini. Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan melakukan tindakan pencegahan, salah satunya dengan menjaga kebersihan diri.
“Virus ini menularnya lewat asupan makanan yang lewat mulut, jadi kalau bisa rajin cuci tangan saja supaya kita pastikan yang masuk ke anak-anak kita, kan ini menyerang banyak di bawah 16 tahun lebih banyak lagi di bawah 5 tahun, itu bersih,” ujar Menkes dalam keterangan pers usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (9/5/2022).
Secara umum, gejala awal penyakit hepatitis akut adalah mual, muntah, sakit perut, diare, kadang disertai demam ringan. Selanjutnya, gejala akan semakin berat seperti air kencing berwarna pekat seperti teh dan buang air besar berwarna putih pucat.
Menkes meminta agar para orang tua untuk segera memeriksakan anak dengan gejala tersebut ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan diagnosis awal.
“Kalau dia buang air besar dan kemudian mulai ada demam nah itu dicek SGPT- SGOT-nya. Kalau sudah di atas 100, lebih baik di-refer ke fasilitas kesehatan terdekat. SGPT-SGOT normalnya di level 30-an, kalau sudah naik agak tinggi sebaiknya di-refer ke fasilitas kesehatan terdekat,” ujarnya.
Menkes mengungkapkan, saat ini tercatat 15 kasus dugaan atau suspek hepatitis akut. Tiga kasus pertama di Indonesia dilaporkan pada 27 April, beberapa hari setelah Badan Kesehatan Dunia atau WHO menyampaikan adanya kejadian luar biasa atau outbreak di Eropa penyakit ini di Eropa.
Menkes mengungkapkan, pihaknya menindaklanjuti kejadian ini dengan membuat Surat Edaran (SE) tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology)
“Tanggal 27 April itu kita sudah langsung mengeluarkan surat edaran agar semua rumah sakit dan dinas kesehatan melakukan surveillance monitoring terhadap kasus ini,” kata dia.
Budi menambahkan, pihaknya juga telah berkomunikasi dengan Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat dan Pemerintah Inggris untuk memperoleh informasi mengenai penyakit ini. “Memang kesimpulannya belum bisa dipastikan virus apa yang seratus persen menyebabkan adanya penyakit hepatitis akut ini," kata dia.
Menurut dia, saat ini penelitian sedang dilakukan bersama-sama oleh Indonesia, bekerja sama dengan WHO dan juga kita bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Inggris untuk bisa mendeteksi secara cepat penyebab penyakit ini. Kemungkinan besar itu adalah adenovirus strain 41. "Tapi ada juga banyak kasus yang tidak ada adenovirus strain 41 ini,” ujarnya.