REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gaya hidup sedenter berperan besar dalam memicu timbulnya sindrom metabolik. Kondisi yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah serta diabetes ini dapat memberi dampak serius bagi tubuh penderita.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, dr Julahir Hodmatua Siregar, mengatakan bahwa sindrom metabolik ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol, tekanan darah di atas normal, dan gula darah tinggi. Selain itu, gejala lainnya ialah obesitas sentral.
Obesitas sentral adalah kelainan kelebihan berat yang terlokalisasi di perut. Cara mengetahuinya ialah dengan mengukur lingkar perut memakai meteran baju. Hasil tidak normal saat lingkar perut laki-laki melebihi 90 sentimeter dan perempuan di atas 80 sentimeter.
Dr Julahir menjelaskan, faktor keturunan turut menyumbang angka kejadian penyakit sindrom metabolik. Hal ini perlu diwaspadai bagi anak yang memiliki orang tua menderita penyakit jantung, strok, maupun diabetes karena akan meningkatkan resiko terkena.
Di samping itu, bagi perempuan, khususnya yang pernah menderita diabetes saat kehamilannya (diabetes gestasional) akan meningkatkan risiko untuk terserang sindrom metabolik nantinya. Bagi bayi yang lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga lebih berisiko.
"Tantangan kita saat ini sedentary lifestyle atau gaya hidup sedenter," kata dr Julahir dalam Seminar Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) berkolaborasi dengan Universitas Islam Sumatera Utara, Rabu (18/5/2022).
Sedentary lifestyle merupakan gaya hidup yang sedikit bergerak dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan berdiam diri. Gaya hidup ini berkembang seiring dengan kemajuan teknologi yang membuat banyak aktivitas kini dapat diakses dengan hanya lewat gawai.