REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Rektor IPB University Prof Arif Satria berkunjung ke Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (Leibniz-IZW) Berlin, Jerman untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang Akselerasi Pengembangan Sains dan Pendidikan Konservasi Spesies Terancam Punah dengan Aplikasi Teknologi Reproduksi Berbantu (ART) dan Bio-bank, Kamis (19/5). MoU disaksikan oleh Desy Satya Chandradewi sebagai perwakilan Direktorat Jenderal Konservasi Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Prof Ardi Marwan, Prof Radbruch dari Leibniz Association Germany serta Prof Dr Jörg Junhold sebagai direktur Kebun Binatang Leipzig dan President Association Zoological Gardens, Jerman. Sebelumnya tim kerja sama ini diterima Duta Besar Republik Indonesia Dr Arif Hafas Oegroseno di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin.
MoU ini menguraikan strategi kolaboratif baru untuk memajukan solusi ilmiah dan pendidikan di masa depan untuk keberlanjutan lokal dan global dan tantangan konservasi keanekaragaman hayati. Dalam kunjungan ke Berlin, Rektor IPB University didampingi Dekan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University Prof Deni Noviana, dan tim peneliti ART dan Biobank IPB University yaitu Prof Bambang Purwantara, Prof Arief Budiono, dan Dr M Agil.
“Ini adalah aliansi strategis kami dengan Leibniz-IZW yang punya pengalaman dalam konservasi satwa liar, khususnya badak,” kata Prof Arif Satria, rektor IPB University. “Ini akan memberi kami kesempatan untuk menjalin kerja sama jangka panjang untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman ilmiah kami tentang pengobatan satwa liar, teknologi reproduksi berbantuan, dan strategi bio-bank untuk menyelamatkan spesies Indonesia yang terancam punah,” lanjutnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (21/5).
Saat ini, badak sumatera statusnya sangat kritis akan kepunahan. Penelitian yang mendalam menunjukkan bahwa populasi badak sumatera di alam liar terus menurun drastis. Dari tahun 1984 hingga 2015, sekitar 90 persen populasi badak dunia menurun drastis dari 800 ekor pada tahun 1984 menjadi kurang dari (<) 75 ekor pada tahun 2015. Saat ini populasi badak sumatera hanya ditemukan di Indonesia dan populasi badak sumatera saat ini diperkirakan hanya kurang dari 50 ekor badak termasuk badak yang ada di Suaka Badak Sumatera (SRS) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung dan SRS Kelian, Kutai Barat di Kalimantan Timur.
Ancaman kepunahan badak sumatera tidak hanya dipicu oleh ancaman eksternal yang teridentifikasi seperti degradasi habitat maupun potensi perburuan, akan tetapi juga ancaman internal berupa kondisi kesehatan genetik dan reproduksi badak sumatera yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada badak sumatera di penangkaran sejak awal 1980-an sampai sekarang; lebih dari 70 persen badak di penangkaran mengalami gangguan abnormalitas organ reproduksi (kista dan tumor) dan sulit untuk bunting.
Perkembangbiakan badak sumatera di eks-situ sangat lambat . Terbukti, hanya lima anak badak diperoleh dalam 40 tahun dan populasi in-situ punah di Taman Nasional Kerinci Seblat dan sulit ditemukan lagi di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTN BBS) dan Taman Nasional Way Kambas.
Lambatnya laju reproduksi badak sumatera mengakibatkan badak sumatra akan mengalami kepunahan apabila tidak dilakukan tindakan yang tepat untuk memulihkan sumberdaya genetik baik di alam maupun di penangkaran. Mengingat badak di alam liar sulit untuk diselamatkan, dan badak di penangkaran sangat lambat untuk berkembang biak; maka pemulihan sumber daya genetik (gamet, sel fibroblast dan embrio) menjadi langkah strategis dan penting untuk ditempuh guna menyelamatkan jenis yang berada di ambang kepunahan.
Salah satu cara melindungi dan mengamankan material genetik satwa liar adalah melalui aplikasi Teknologi Reproduksi Berbantu (atau Assisted Reproductive Technology, atau ART) dan Bio-bank
“Dalam proyek sains konservasi bersama, pertama kami akan berkontribusi untuk menyelamatkan kepunahan badak sumatera dengan menggunakan strategi ilmiah teknologi tinggi,” kata Prof Thomas Hildebrandt, kepala Departemen Manajemen Reproduksi di Leibniz-IZW. “Dengan kekuatan bersama, kami akan mulai mentransfer hasil ilmiah kami dari proyek BioRescue – yang berhasil menyelamatkan sumberdaya genetik badak putih utara dari kepunahan dapat diaplikasikan dan berhasil pada badak sumatera,” lanjutnya.
Kerja sama ini akan mendukung berdirinya Pusat Teknologi Reproduksi Berbantu dan Bio-Bank di IPB University. “Kolaborasi ini akan mendukung pengembangan sistem Sister Laboratorium antara IPB University dan IZW, jejaring dan peningkatan kapasitas dan kemampuan staf untuk meningkatkan fungsi laboratorium di Indonesia dalam bidang teknik reproduksi berbantu (ART) dan aplikasi bio-bank,” kata Muhammad Agil, koordinator tim ART dan Biobank di IPB University.
“Melalui kerja sama ini, program konservasi jangka panjang satwa terancam punah di Indonesia akan bermanfaat untuk koservasi spesies. Aksi pertama dan penting dari kerja sama ini akan mulai menerapkan ART dan bio-banking untuk menyelamatkan badak sumatera dari kepunahan," jelasnya.
Arif Havas Oegroseno, duta besar Republik Indonesia untuk Jerman menyebutkan, kerja sama ini akan memperkuat kerja sama bilateral antara Jerman dan Indonesia. “Kerja sama ini akan mendukung program Pemerintah Indonesia untuk Konservasi Satwa Liar dalam menyelamatkan dan melindungi satwa liar Indonesia serta sumber daya genetik spesies Indonesia yang terancam punah.
Diharapkan kerja sama antara IPB University dan IZW dapat memperkuat pembentukan Pusat Teknologi Reproduksi Berbantu (ART) dan Bio-bank untuk badak Sumatera dan Satwa liar yang terancam punah di IPB University. Selain itu, aplikasi teknologi tersebut dapat menyelamatkan dan menyimpan sumberdaya genetik dalam bentuk gamet (sel telur dan sperma), sel fibroblas, sel punca dan produksi embrio untuk menghasilkan individu baru badak Sumatera dan satwa liar terancam punah lainnya.