Ahad 29 May 2022 11:21 WIB

Studi Ungkap Bagaimana Otak Berubah Selama Perawatan Depresi

Studi tunjukkan hal yang terjadi pada otak saat menerima perawatan depresi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Studi tunjukkan hal yang terjadi pada otak saat menerima perawatan depresi.
Foto: www.pixabay.com
Studi tunjukkan hal yang terjadi pada otak saat menerima perawatan depresi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, para peneliti telah menunjukkan apa yang terjadi pada otak ketika seseorang menerima perawatan depresi yang dikenal sebagai stimulasi magnetik transkranial berulang (rTMS). Temuan ini diterbitkan di American Journal of Psychiatry.

rTMS adalah pengobatan depresi yang biasanya digunakan ketika pendekatan lain seperti obat-obatan belum efektif untuk pasien. Diperkirakan sekitar 40 persen orang dengan depresi berat tidak menanggapi antidepresan.

Baca Juga

Selama sesi rTMS, perangkat yang berisi elektromagnetik ditempatkan di kulit kepala pasien. Perangkat kemudian mengirimkan magnetic pulse yang merangsang sel-sel saraf di wilayah otak yang terlibat dalam kontrol suasana hati yang disebut korteks prefrontal dorsolateral.

Meskipun terbukti efektif, mekanisme terkait bagaimana rTMS memengaruhi otak belum dipahami dengan baik. “Ketika kami pertama kali memulai penelitian ini, pertanyaan yang kami ajukan sangat sederhana: kami ingin tahu apa yang terjadi pada otak saat pengobatan rTMS diberikan,” kata peneliti di Djavad Mowafaghian Centre for Brain Health (DMCBH) Dr Fidel Vila-Rodriguez, seperti dilansir dari Neuroscience, Ahad (29/5/2022).

Untuk menjawab pertanyaan ini, Dr Vila-Rodriguez dan timnya melakukan satu putaran rTMS kepada pasien saat mereka berada di dalam pemindai magnetic resonance imaging (MRI). Karena MRI dapat mengukur aktivitas otak, para peneliti dapat melihat secara real time perubahan apa yang terjadi di otak.

Tim menemukan bahwa dengan merangsang korteks prefrontal dorsolateral, beberapa daerah lain di otak juga diaktifkan. Wilayah lain ini terlibat dalam berbagai fungsi mulai dari mengelola respons emosional hingga memori dan kontrol motorik.

Para peserta kemudian menjalani empat minggu pengobatan rTMS dan tim menilai apakah daerah yang diaktifkan dikaitkan dengan pasien yang memiliki lebih sedikit gejala depresi ketika pengobatan mereka berakhir. “Kami menemukan bahwa daerah otak yang diaktifkan selama rTMS-fMRI bersamaan secara signifikan terkait dengan hasil yang baik,” kata Dr. Vila-Rodriguez.

Dengan peta baru tentang bagaimana rTMS merangsang berbagai area otak, Dr Villa Rodriguez berharap temuan ini dapat digunakan untuk menentukan seberapa baik pasien merespons pengobatan rTMS.

Dr Vila-Rodriguez sekarang mengeksplorasi bagaimana rTMS dapat digunakan untuk mengobati berbagai gangguan neuropsikiatri. Dia telah menerima dana melalui Djavad Mowafaghian Center for Brain Health Alzheimer's Disease Research Competition untuk menganalisa rTMS sebagai cara untuk meningkatkan memori pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal penyakit Alzheimer.

“Ini adalah jenis penelitian yang diharapkan akan mendorong adopsi yang lebih luas dan aksesibilitas perawatan rTMS,” harap dia.

Penelitian ini merupakan upaya kolaboratif di Centre for Brain Health, termasuk peneliti DMCBH Dr Sophia Frangou, Dr Rebecca Todd, dan Dr Erin MacMillan, serta anggota Pusat Penelitian MRI UBC termasuk Laura Barlow.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement