Senin 30 May 2022 16:00 WIB

Kena Cacar Monyet, Anak di Inggris Masuk ICU, Penderita Lain Bergejala Ringan

Kasus cacar monyet di Inggris lebih sering ditemukan di komunitas gay dan biseksual.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo.  Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Inggris mengonfirmasikan 20 kasus cacar monyet pada Jumat pekan lalu, salah seorang penderitanya ialah anak yang kini tengah dirawat di ICU salah satu rumah sakit di London.
Foto: CDC via AP
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Inggris mengonfirmasikan 20 kasus cacar monyet pada Jumat pekan lalu, salah seorang penderitanya ialah anak yang kini tengah dirawat di ICU salah satu rumah sakit di London.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang anak termasuk di antara 20 kasus penyakit cacar monyet yang dikonfirmasi di Inggris. The Telegraph melaporkan bahwa anak tersebut sedang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) sebuah rumah sakit di London.

Menurut Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid, mayoritas penderita cacar monyet lainnya mengalami gejala ringan. Tidak ada detail yang dibagikannya mengenai anak yang tengah dirawat tersebut.

Baca Juga

Kepala penasihat medis untuk Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), dr Susan Hopkins, memperingatkan adanya penularan komunitas dengan kasus yang sebagian besar diidentifikasi pada individu gay, biseksual, atau pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Penyakit ini dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak fisik yang dekat, termasuk hubungan seksual.

"Kami mendeteksi lebih banyak kasus setiap hari, dan penularan komunitas itu terjadi di Inggris, sebagian besar berpusat di daerah perkotaan dan kami terutama melihatnya pada individu yang mengidentifikasi diri sebagai gay atau biseksual, atau pria lain yang berhubungan seks dengan sesama pria," kata dr Hopkins, seperti dilansir dari Express, Senin (30/5/2022).

Ditanya mengapa kasus cacar monyet lebih sering ditemukan dalam demografi tersebut, dr Hopkins menilai, itu terkait dengan kontak dekat yang sering mereka lakukan.

"Kami akan merekomendasikan kepada siapa pun yang sering bergonta-ganti pasangan atau memiliki kontak erat dengan individu yang tidak dikenal untuk melapor jika mereka mengalami ruam," kata dr Hopkins.

Dr Hopkins juga menginformasikan bahwa tidak ada vaksin langsung untuk cacar monyet, namun bentuk vaksin cacar sedang digunakan untuk individu yang kontak erat dengan pasien. Jadi, tidak digunakan pada populasi umum.

"Kami menggunakannya pada individu yang kami yakini berisiko tinggi mengembangkan gejala. Untuk kontak, ini mengurangi risiko Anda terkena penyakit, jadi itulah cara kami memfokuskan upaya vaksinasi kami saat ini,” kata dia.

photo
Asal usul cacar monyet. - (Republika)

Komentar dr Hopkins muncul ketika beberapa ahli penyakit terkemuka di Inggris memperingatkan cacar monyet (monkeypox) akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh cacar (smallpox) tiga tahun lalu. Para ilmuwan dari institusi termasuk University of Cambridge dan London School of Tropical Hygiene and Medicine berpendapat penyakit itu akan berkembang untuk mengisi "ceruk" yang tersisa setelah cacar diberantas.

Para ahli menghadiri seminar di London pada 2019 dan membahas kebutuhan untuk mengembangkan vaksin dan perawatan generasi baru. Seminar tersebut memaparkan bahwa ketika cacar telah musnah pada 1980, telah terjadi penghentian vaksinasi cacar.

Akibatnya, hingga 70 persen populasi dunia tidak lagi terlindungi dari penyakit cacar. Ini berarti mereka juga tidak lagi terlindungi dari virus dalam keluarga yang sama, termasuk monkeypox.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Jumat bahwa mereka menemukan lebih banyak kasus cacar monyet. Ini kemudian direspons dengan memperluas pengawasan di negara-negara di mana penyakit ini biasanya tidak ditemukan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement