REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Berita kekerasan seksual pada anak semakin sering terdengar. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlingdungan Anak (PPPA) menyebutkan, jumlah anak korban kekerasan seksual sepanjang tahun 2019 hingga 2021 mengalami peningkatan. Kasus kekerasan seksual pada anak ini ibarat gunung es, karena disinyalir masih banyak yang tidak terungkap. Kondisi ini bisa jadi karena orang tua memang menutupinya, atau minimnya pemahaman terkait penanganan hukum kasus kekerasan seksual pada anak.
Demikian disampaikan Ketua Umum (Ketum) Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Tri Tito Karnavian saat membuka Obrolan Santai Kader Inspiratif PKK (ObraS KaIN PKK) yang diwakili Sekretaris Umum TP PKK Nani Suhajar Diantoro secara virtual, Kamis (9/6/2022).
Ketum TP PKK Tri Tito menyampaikan, TP PKK sebagai mitra pemerintah mengambil sikap untuk mau dan mampu mencegah serta melawan kekerasan seksual pada anak. Upaya ini dilakukan melalui berbagai cara dengan menyemaikan nilai-nilai moral, etika, dan spiritual.
“Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kekerasan seksual pada anak. Dari sejumlah fakta yang bisa kita petik dari berbagai kasus kekerasan seksual pada anak, antara lain disebabkan oleh perilaku seksual yang menyimpang dari pelakunya. Kemudian ada juga faktor lingkungan atau pergaulan, sampai dengan faktor maraknya kemajuan teknologi informasi atau media sosial yang banyak menyuguhkan hal-hal berbau pornografi dan sebagainya," ujarnya.
Karena itulah, TP PKK Pusat menyuguhkan tema “Cegah dan Lawan Kekerasan Seksual Pada Anak” dalam ObraS KaIN PKK edisi ke-5 di tahun 2022 tersebut. Tema tersebut dikupas secara inspiratif dan bermanfaat oleh narasumber.
Kegiatan ini diharapkan menjadi wadah menjalin silahturahmi sekaligus sarana diskusi dan bertukar pikiran antara para kader PKK dalam meningkatkan pengetahuan. Utamanya dalam melindungi anak-anak agar terhindar dari perilaku menyimpang dan tindak kekerasan seksual.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah dan Pengajar Sepolwan RI Melda Yanny yang tergabung sebagai narasumber menjelaskan, anak tidak hanya bisa menjadi korban, tetapi juga dapat menjadi pelaku perundungan dan kejahatan seksual di media sosial/internet. Menurutnya, ada empat ancaman internet bagi anak, yakni risiko dari sisi komersil, konten, kontak, dan cyberbullying.
Di akhir paparannya, Melda berharap adanya komitmen yang kuat dari semua stakeholder sesuai dengan tupoksi dan kewenangannya masing-masing, utamanya dalam mendukung program pencegahan pelecehan dan eksploitasi seksual pada anak di dunia maya.