Selasa 14 Jun 2022 00:33 WIB

Hindari Kampus Stunting, Inilah Beberapa Tips dari Profesor Nuh

Pencitraan yang bagus harus disertai dengan substansi yang bagus pula

Rep: rizky suryarandika/ Red: Hiru Muhammad
Mantan Menteri Pendidikan Nasional Prof Mohammad Nuh menyebut fenomena kampus stunting (kuntet) terjadi ketika belum semua kampus memiliki kualitas yang baik dan pendaftar yang mencukupi. Padahal jumlah kampus mencapai ribuan se-Indonesia.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Mantan Menteri Pendidikan Nasional Prof Mohammad Nuh menyebut fenomena kampus stunting (kuntet) terjadi ketika belum semua kampus memiliki kualitas yang baik dan pendaftar yang mencukupi. Padahal jumlah kampus mencapai ribuan se-Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Pendidikan Nasional Prof Mohammad Nuh menyebut fenomena kampus stunting (kuntet) terjadi ketika belum semua kampus memiliki kualitas yang baik dan pendaftar yang mencukupi. Padahal jumlah kampus mencapai ribuan se-Indonesia. 

Prof Nuh membagikan beberapa tips agar kampus bisa terus meningkatkan kualitas dan memiliki jumlah mahasiswa sesuai target. Hal ini guna menghindari kampus dari kondisi stunting. Pertama, membangun citra kampus agar bisa tumbuh berkembang. Dibutuhkan sebuah image atau citra yang bagus dari kampus tersebut. Karena tak jarang, ada kampus yang kualitasnya sangat baik, tapi belum diketahui masyarakat luas. Sebaliknya, ada pula kampus yang kualitasnya kurang baik tapi populer di masyarakat karena banyak melakukan pencitraan.

Baca Juga

"Pencitraan itu baik. Namun pencitraan yang bagus harus disertai dengan substansi yang bagus pula. Hal ini juga berlaku bagi kampus, jadi antara pencitraan agar dikenal masyarakat, dan meningkatkan kualitas, harus seimbang," kata Prof Nuh dalam keterangan pers yang dikutip Republika pada Senin (13/6/2022). 

Kedua, Prof Nuh menyarankan kampus menonjolkan keunikannya. Menurutnya, untuk memiliki kampus dengan jumlah mahasiswa yang banyak tak harus menjadi yang terbaik, namun bisa dengan memiliki spesialisasi di bidang tertentu.

Pak Nuh mencontohkan kepemimpinannya di Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, yang memiliki kampus swasta bernama Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA). Pada Juni ini saja, kapasitas UNUSA sudah terisi 40 persen. Padahal, kampus-kampus negeri favorit di Surabaya, jumlahnya tak sedikit.

"Saya juga mengelola kampus swasta, yaitu di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Untuk berkompetisi, kampus dan mahasiswa tak harus menjadi yang terbaik di semua bidang. Tapi kampus Anda bisa memiliki spesialisasi di bidang tertentu. Kampus juga tidak perlu membeda-bedakan status negeri dan swasta. Karena semua itu ada pasarnya masing-masing," ujar Prof Nuh. 

Ketiga, Prof Nuh mengingatkan agar kampus tidak berkutat pada menambah jumlah mahasiswa terus menerus.  Jumlah mahasiswa yang banyak di suatu kampus, memang menjadi harapan banyak pimpinan dan civitas akademika kampus. Banyaknya mahasiswa bisa jadi indikator kebesaran dan popularitas kampus.

Walaupun demikian, Prof Nuh berpesan agar kampus tidak berfokus pada mengejar kuantitas jumlah mahasiswa. "Karena kuantitas jumlah, hanyalah salah satu indikator kualitas saja yaitu bersifat input base (masukan). Kampus juga bisa besar dan populer, jika kualitas lulusannya bagus dan berperan luas di masyarakat," ucap Prof Nuh. 

Prof Nuh menegaskan alumni adalah juru kampanye terbaik kampus. Sehingga semakin sukses alumni suatu kampus, maka semakin mudah kampus dikenal masyarakat dan mendapatkan calon mahasiswa yang berkualitas.  

"Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, Anda bisa menggunakan outcome base (orientasi luaran). Anda boleh mencari mahasiswa dalam jumlah banyak, namun perlu diingat bahwa meningkatkan kualitas juga diperlukan. Promosi oleh alumni, jauh lebih efektif dibanding baliho," kata Prof Nuh. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement