Selasa 14 Jun 2022 03:55 WIB

Isolasi Sosial Tingkatkan Risiko Demensia di Kemudian Hari

Isolasi sosial terbukti memainkan peran utama dalam kesehatan kognitif jangka panjang

Rep: shelbi asrianti/ Red: Hiru Muhammad
 Demensia sesungguhnya bukan penyakit, melainkan sekelompok kondisi yang ditandai dengan penurunan fungsi otak, seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai. Gejalanya mencakup mudah lupa, keterbatasan keterampilan sosial, dan gangguan kemampuan berpikir yang mengimbas aktivitas.  Demensia (ilustrasi)
Foto: picpedia.org
Demensia sesungguhnya bukan penyakit, melainkan sekelompok kondisi yang ditandai dengan penurunan fungsi otak, seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai. Gejalanya mencakup mudah lupa, keterbatasan keterampilan sosial, dan gangguan kemampuan berpikir yang mengimbas aktivitas. Demensia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Terisolasi secara sosial memiliki dampak yang tidak main-main. Sebuah riset yang digagas para peneliti dari University of Warwick, Inggris, mengungkap bahwa kondisi itu meningkatkan risiko demensia.

Demensia sesungguhnya bukan penyakit, melainkan sekelompok kondisi yang ditandai dengan penurunan fungsi otak, seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai. Gejalanya mencakup mudah lupa, keterbatasan keterampilan sosial, dan gangguan kemampuan berpikir yang mengimbas aktivitas.

Baca Juga

Peneliti studi, Edmund Rolls, menjelaskan perbedaan dua jenis isolasi sosial. Ada isolasi sosial yang merupakan keadaan objektif dari koneksi sosial yang rendah, ada pula isolasi sosial yang dirasakan secara subjektif, yakni perasaan kesepian.

Rolls mengatakan bahwa keduanya memiliki risiko terhadap kesehatan. Dengan menggunakan data ekstensif dari Biobank Inggris serta bekerja di ranah multidisiplin yang menghubungkan ilmu komputasi dan ilmu saraf, tim peneliti mengidentifikasi bahwa isolasi sosial jenis pertama yang menjadi faktor risiko independen untuk demensia.