Sabtu 18 Jun 2022 13:45 WIB

Direktur RBC UMM Jadi Perwakilan Indonesia di Konferensi Internasional Mesir

Konferensi membahas persoalan ekstremisme dan terorisme di berbagai belahan dunia

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Direktur Program Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A. Malik Fadjar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nafik Muthohirin menjadi salah satu perwakilan Indonesia di konferensi internasional di Kairo, Mesir.
Foto: Humas UMM
Direktur Program Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A. Malik Fadjar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nafik Muthohirin menjadi salah satu perwakilan Indonesia di konferensi internasional di Kairo, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Direktur Program Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A. Malik Fadjar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nafik Muthohirin menjadi salah satu perwakilan Indonesia di konferensi internasional di Kairo, Mesir. Konferensi bertajuk "Religious Extremism: The Intellectual Premises and Counter-Strategies" tersebut menghadirkan perwakilan dari 42 negara yang terdiri dari pemimpin negara, mufti, ulama, serta akademisi dan peneliti.

Menurut Nafik, konferensi tersebut membahas mengenai persoalan ekstremisme dan terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia. Hal ini penting dilakukan karena aksi terorisme dan ekstremisme terus mengalami transformasi gerakan. "Bahkan, sejumlah kelompok ekstremis melakukan propaganda pemikiran dan strategi perekrutan melalui cara-cara yang lebih kontemporer, utamanya melalui media sosial," katanya.

Baca Juga

Belakangan ini, kata dia, ekstremisme dunia semakin diperparah dengan kebangkitan populisme agama yang disulut sejumlah politisi tertentu demi kampanye politik. Di sisi yang lain, kebencian terhadap Islam (Islamophobia) banyak terjadi di negara-negara Barat. Hal ini terutama dimulai setelah serangan World Trade Center (WTC) dan Penthagon atau biasa disebut peristiwa 9/11.

Berdasarkan hal tersebut, para perwakilan dari berbagai negara berkumpul untuk membahas strategi penanganannya. "//Alhamdulillah//, saya menjadi salah satu delegasi Indonesia dari unsur peneliti dan akademisi,” ungkapnya.

Forum tersebut juga menjadi ajang tukar pikiran terkait strategi masing-masing negara dalam keberhasilannya memerangi ekstremisme. Di samping itu juga bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai perdamaian dan koeksistensi berbagai komunitas keagamaan di dunia. Bahkan juga menjadi upaya membuka koneksi akademis dan riset terkait hal tersebut.

Nafik menyebut perlawanan terhadap ekstremisme agama tidak bisa dilakukan secara sendiri. Untuk memeranginya, perlu aksi kolektif di antara pemimpin negara, pemimpin agama, dan akademisi/peneliti.  

Hal itu pula yang disampaikan Grand Mufti Mesir Profesor Shawki Ibrahim Allam. Menurut dia, kata Nafik, memerangi ekstremisme dengan pendekatan militeristik tidak cukup. Ada cara yang lebih humanis dengan memoderasi pemahaman dan perilaku keberagamaan pengikutnya.

Adapun keterlibatan Nafik dalam konferensi tersebut merupakan afirmasi dari berbagai organisasi dalam Program Internasional Peningkatan Kapasitas Guru Madrasah atau Pesantren dan Ismuba dalam Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Beberapa organisasinya ialah Institute Leimena, Ma'arif Institute, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah, dan RBC Institute A. Malik Fadjar UMM.

Wilda Fizriyani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement