Selasa 21 Jun 2022 17:09 WIB

Mayoritas Kota di AS tak Siap Hadapi Gelombang Panas

Beberapa kota mencatat suhu tinggi baru pada bulan ini.

Rep: MGROL136/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang anak laki-laki menyemprotkan pistol air ke teman-temannya saat terjadi gelombang panas di taman bermain air.  ilustrasi
Foto: The Canadian Press
Seorang anak laki-laki menyemprotkan pistol air ke teman-temannya saat terjadi gelombang panas di taman bermain air. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Denver, Las Vegas, dan Phoenix semuanya mencatat suhu tinggi baru pada bulan ini. Namun, menurut penelitian yang dipimpin University of California, Los Angeles (UCLA) kota-kota kurang siap untuk menghadapi gelombang panas yang semakin sering dan kuat. 

Studi terbaru mereka yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters, melihat catatan dari 50 kota besar di seluruh negeri. Para peneliti menemukan bahwa meski 78 persen dari rencana iklim komunitas ini mengakui panas sebagai masalah, hanya sedikit yang memberikan solusi komprehensif. 

Baca Juga

Bahkan lebih sedikit yang menyebutkan dampak panas yang tidak proporsional pada daerah berpenghasilan rendah dan minoritas. Panas yang diperburuk oleh perubahan iklim. Cuaca panas telah menjadi salah satu risiko cuaca paling mematikan di negara itu, menyebabkan lebih banyak kematian pada tahun-tahun tertentu daripada badai, banjir, atau tornado, menurut penelitian tersebut. 

Menurut penelitian terbaru oleh Los Angeles Times, panas membunuh 3.900 orang di California antara 2010 dan 2019. Panas juga menyebabkan lebih banyak kelahiran prematur, membuat lebih sulit bagi anak-anak untuk belajar, dan meningkatkan kemungkinan cedera di tempat kerja. .

Para peneliti UCLA, Arizona State University, dan University of Southern California menggunakan database open-source untuk menyelidiki 175 rencana kota dari 50 kota terpadat di Amerika Serikat untuk menilai perencanaan panas. Mereka melakukan analisis isi untuk mempelajari tentang berbagai jenis pengobatan dan intervensi yang disajikan kota sebagai reaksi terhadap panas. 

Secara keseluruhan, para peneliti menemukan bahwa solusi untuk kenaikan suhu tidak sesuai dengan tingkat keparahan atau kompleksitas masalah. Mereka mengklaim bahwa bagaimana kota membingkai isu panas perkotaan mempengaruhi bagaimana mereka menghadapinya dan dalam banyak kasus, membatasi ruang lingkup pendekatan mereka.

Misalnya, banyak rencana memandang panas sebagai "bahaya" yang berfokus pada peristiwa ekstrem seperti gelombang panas tiga digit. Ketika masalah seperti badai atau banjir diidentifikasi, solusi seperti sistem peringatan teks dan pusat pendingin publik ber-AC umumnya sesuai dengan pendekatan gaya tanggap bencana.

Tindakan yang paling umum adalah menanam lebih banyak pohon, tetapi atap dan tanaman yang memantulkan sinar matahari juga diusulkan. Menurut para ahli, kota-kota yang tidak mengatasi perbedaan ini harus menghadapi konsekuensi negatif yang lebih besar di masa depan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement