REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar, Jurnalis Republika
Pada 1938, M Tabrani sudah berusia 34 tahun. Tapi saat perayaan 10 tahun Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ),September 1938, ia ikut memperkuat kesebelasan VIJ bertanding melawan Voetbalbond Batavia en Omstreken (VBO). Pada pertandingan dengan VBO pada Maret 1939 Tabrani juga ikut bermain. Saat itu VIJ kalah 0-8 dari VBO.
Pada 1937, menyambut Kongres Parindra, Tabrani juga memperkuat VIJ ketika bertanding melawan kesebelasan Parindra. Oleh majalah Kejawen, Tabrani diberi keterangan sebagai pemimpin koran Pemandangan. Dalam kesempatan ini, ikut bermain pula R Suwandi yang kemudian dikenal dengan Ejaan Suwandi-nya, lalu ada pula Suri, salah satu pendiri VIJ, yang oleh majalah Kejawen diberi penjelasan “iki lanang, sanadyan jenengane ayu” (ini laki-laki, kendati namanya nama perempuan).
Ada pula Iskandarbrata, anggota Gemeenteraad van Batavia, dan dokter Muwardi. Pada Desember 1938, Tabrani juga ikut memperkuat VIJ ketika bertanding dengan kesebebelasan Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI).
Tabrani tumbuh dalam pergerakan di Jong Java Serang dan Bandung sebelum akhirnya pindah ke Batavia pada Juli 1925. Selain menjadi wartawan Hindia Baroe, Tabrani kemudian juga aktif di Kerukunan Kaum Betawi sebagai sekretaris pertama pada kepengurusan tahun 1925 dan kemudian tahun 1926.
Ketika tahun 1936 menjadi pemimpin redaksi Pemandangan, Tabrani juga mencurahkan perhatiannya pada pembangunan Jakarta. Ia membuat laporan khusus mengenai kondisi kampung-kampungdi Jakarta yang memerlukan perbaikan, untuk mendorong Gemeeenteraad van Batavia menambah anggaran perbaikan kampung. Di Gemeenteraad van Batavia, MH Thamrin memperjuangkan kenaikan anggaran perbaikan kampung.
“Dari itu kita bergembira bahwa Fraksi Nasional pada gemeenteraad Betawi telah berusaha supaya pos buat perbaikan kampung ditambah dari 60 ribu gulden menjadi 150 ribu gulden setahun. Kita akui, jumlah sebesar 150 ribu gulden setahun itu jauh dari cukup. Karena perbaikan kampung-kampung akan menelan ongkos tidak sedikit. Tetapi sungguhpun demikian, kita harus pakai aksi Fraksi Nasional itu sebagai alasan untuk mengadakan aksi yang sehebat-hebatnya menuju perbaikan kampung, tidak saja di Betawi tetapi juga di kota-kota lainnya,” tulis Tabrani di Pemandangan edisi 21 Desember 1936.
Tabrani merupakan pencetus nama Bahasa Indonesia pada 1926, yang di Kongres Pemuda Indonesia Kedua 1928 diikrarkan sebagai bahasa persatuan. Ia juga menjadi Ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertaa 1926. Pada 1939, ia bersama MH Thamrin memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia di Gemeenteraad van Batavia. Tabrani terpilih sebagai anggota Gemeenteraad van Batavia dari Parindra pada pemilihan 1938.
Tapi pada 1940-an, Tabrani dituding sebagai penyebab MH Thamrin ditetapkan oleh Belanda sebagai tahanan rumah hingga meninggal dunia. Lalu Tabrani disebut sebagai pengkhianat, dituduh sebagai pihak yang menyerahkan surat Thamrin kepada polisi Belanda. Benarkah?
Penelusuran yang dilakukan sejarawan Onghokham menyatakan hal lain. Demikian pula kesaksian PH Dahler dan tentara Jepang yang memeriksa Tabrani.
Thamrin ditangkap Belanda terkait dengan aktivitas politiknya. "Menurut Ibu Dini, cucu MH Thamrin dari anak angkat beliau Ibu Deetje, karena kevokalannya dalam berdiplomasilah yang menyebabkan kakeknya meninggal begitu cepat," tulis Yasmine Zaki Shahab, guru besar Antropologi Universitas Indonesia di buku Mohammad Hoesni Thamrin, Merekam Prestasi menguak Representasi (2019).
PF Dahler juga memberikan kesaksian serupa. Arsipnya, dokumen Netherlands Forces Intelligence Service (NEFIS) bernomor 2778, menjadi koleksi Arsip Nasional Belanda dengan nomor 4107. Mantan anggota Gemeenteraad van Batavia yang pada 1941 menjadi pegawai RPD itu mengatakan saat itu Indonesia sedang ramai menjalankan aksi Indonesia Berparlemen.
Melalui surat, Thamrin meminta Tabrani agar memuat tulisannya mengenai sikap pemerintah Nederland yang diserang Jerman dan rajanya melarikan diri ke Inggris. ‘’Itulah sebenarnya tulisan Thamrin kepada Tabrani,’’ tulis Dahler (Getekende Verklaring van PF Dahler, 1946).
Akibat kasus ini, Tabrani yang telah menjabat kepala Urusan Pers Pribumi di RPD dengan gaji 625 gulden (menurut Dahler 600 gulden) diturunkan jabatannya menjadi kepala Kartotek dan Dokumentasi dengan gaji 300 gulden ditambah dengan standplaatstoelage dan kindertoelage (Laporan polisi rahasia Jepang, koleksi ANRI Register No T.31, Golongan III-1, 1949). Ia menerima pengangkatan dirinya sebagai pejabat di RPD karena mencontoh tokoh-tokoh politik saat itu.
“Ketika itu tidak sedikit pemimpin politik Indonesia (contoh paling menonjol ialah Dr Tjipto Mangunkusumo) yang lebih senang tidak anti-Sekutu (baca Belanda) daripada pro-Jepang (fasis). Faktor ini pulalah yang mempengaruhi saya menerima pengangkatan dalam RPD,” tulis Tabrani di Kompas edisi 15 Desember 1975.