REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi salah satu perhatian DPR. Khususnya, setelah banyaknya korban yang mengadu akibat penyalahgunaan undang-undang tersebut.
Baleg, jelas Willy, juga menampung aspirasi dari Paguyuban Korban UU ITE yang mendorong revisi UU ITE. Termasuk usulan agar pembahasannya dilakukan oleh panitia khusus (Pansus) yang terdiri dari lintas komisi dan fraksi.
"Seperti usul kakak tadi, kalau bisa di Pansus nanti, untuk itu bahas di Pansus, nanti akan kita suarakan, tapi kalau Pak Ketua belum perintah saya, saya tidak berani. Kakak-kakak semua, tentu empati tidak hanya cukup," ujar Willy ketika beraudiensi dengan Paguyuban Korban UU ITE, Selasa (5/7/2022).
Ia menjelaskan, revisi UU ITE sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. DPR juga disebutnya telah menerima surat presiden (Surpres) terkait hal tersebut.
"Dari informasinya kan surpresnya udah turun, tapi kan belum pernah dibacakan.Nanti kita akan coba konfirmasi ke biro pimpinan, apakah posisi supresnya di mana," ujar Willy.
Kendati demikian, belum ada keputusan final apakah DPR akan melakukan revisi UU ITE atau tidak. Namun, Pasal 27 dan Pasal 28 yang dinilai sebagai pasal karet akan menjadi atensi khusus bagi semua fraksi di parlemen.
"Sejauh ini yang menjadi concern itu kan 27 dan 28 yang dianggap itu sangat karet ya. Teman-teman tadi bisa lihat, spektrumnya sangat luas, dari ibu rumah tangga, suami-istri, kakak-adik, kalau Baiq Nuril kita udah tahu semua lah, produk jurnalistik bisa dikriminalkan," kata Willy.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti menyampaikan kepada Baleg bahwa UU ITE mengandung lebih banyak mudharat, daripada manfaatnya. Terutama dalam Pasal 27 yang juga menjerat dirinya.
Diketahui, Fatia ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan pada Maret lalu. UU ITE sebagai produk hukum justru lebih sering menjerat masyarakat yang menyampaikan kritiknya.
"UU ITE ini sebenarnya kalau saya bisa bilang tidak ada manfaatnya, lebih ke banyak mudaratnya. Karena semakin banyak orang yang menjadi korban, semakin banyak orang yang tidak berani menyatakan pendapat dan juga semakin bikin ribet kepolisian," ujar Fatia.