REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Muklis Basri mengamini banyaknya dorongan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan, seluruh fraksi di Komisi I sudah menyatakan sepakat untuk merevisi Undang-undang tersebut.
"Perlu saya sampaikan bahwa di Komisi I pun dari semua fraksi pun sudah sepakat untuk mendorong Undang-undang ini untuk direvisi," ujar Muklis yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) dalam audiensi dengan Paguyuban Korban UU ITE, Selasa (5/7/2022).
Komisi I, jelas Muklis, juga telah menampung aspirasi sejumlah pihak ihwal revisi UU ITE. Namun, ia menjelaskan, pihaknya saat ini tengah fokus dalam pembahasan rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
"Kita saat ini fokus dalam UU PDP. Saya kira untuk program ke depan, kita sama-sama mendorong bagaimana supaya dia (revisi UU ITE) menjadi masuk ke dalam Prolegnas, saya kira itu kita sepakat semua lah untuk merevisi ini," ujar Muklis.
Anggota Baleg Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nur Nadlifah mengaku miris dengan banyaknya korban dari UU ITE. Apalagi, mayoritas dari mereka hanyalah berupaya menyampaikan kritik dan protes atas suatu kebijakan.
"Jujur saya miris sekali, miris sekali. Nah saya sepakat sekali bahwa Undang-Undang ITE ini untuk segera direvisi, sehingga memberikan jaminan perlindungan terhadap rakyat Indonesia," ujar Nur.
Anggota Baleg Fraksi Partai Gerindra, Romo H R Muhammad Syafii menjelaskan, produk Undang-undang harus dapat memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Namun dalam UU ITE, ketiga hal tersebut dinilainya tak terpenuhi.
"Kenapa tadi saya bilang tidak tercapai? Dari semua yang memberikan kesaksian dalam persidangan ini, itu menunjukkan ketidakpastian hukum, semua menunjukkan ketidakadilan, dan terasa tidak bermanfaat," ujar Romo.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti menyampaikan kepada Baleg bahwa UU ITE mengandung lebih banyak mudharat, daripada manfaatnya. Terutama dalam Pasal 27 yang juga menjerat dirinya.
Diketahui, Fatia ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), Luhut Binsar Pandjaitan pada Maret lalu. UU ITE sebagai produk hukum justru lebih sering menjerat masyarakat yang menyampaikan kritiknya.
"UU ITE ini sebenarnya kalau saya bisa bilang tidak ada manfaatnya, lebih ke banyak mudaratnya. Karena semakin banyak orang yang menjadi korban, semakin banyak orang yang tidak berani menyatakan pendapat dan juga semakin bikin ribet kepolisian," ujar Fatia.