REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi tidur tertentu dianggap bisa meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah (blood clot). Para peneliti menilai ketika seseorang tidur dengan posisi tubuh dalam keadaan tegak cenderung kondusif untuk pembentukan gumpalan darah.
Masalah mungkin timbul jika aliran darah terhambat ketika tidur dalam posisi itu. Berbeda dengan seseorang yang tidur dengan cara berbaring secara horizontal di tempat tidur, di mana jarang ada cukup gradien yang memengaruhi aliran darah ke anggota tubuh.
"Tidur sambil duduk di kursi malas dalam beberapa kasus dapat meningkatkan risiko trombosis vena dalam," ujar para peneliti dari Harvard Health, dikutip dari laman Express, Selasa (5/7/2022). Bekuan darah di vena dalam itu dianggap sebagai kondisi serius karena darah beku dapat tersangkut di paru-paru.
Pengaruh pembekuan atau penggumpalan darah pada tubuh biasanya ditentukan oleh lokasinya. Umumnya, bekuan darah tidak berbahaya selama tidak bergerak. Gumpalan darah biasanya terbentuk di dalam vena kaki, panggul, dan lengan, yang secara medis disebut sebagai deep vein thrombosis (DVT).
Bekuan darah di anggota badan dapat terjadi jika lengan atau kaki sama-sama ditekuk dan tidak bergerak selama berjam-jam. Karena itulah tidur dalam posisi tegak bisa berisiko. Namun, selama seseorang merasa nyaman dan dapat sedikit bersandar, risiko bisa diminimalisasi.
Para pakar juga mengingatkan bahwa walaupun mungkin ada risiko yang melekat pada tidur dalam posisi duduk, ada hal penting untuk dicatat. Posisi itu tidak menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan kecuali seseorang memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Tidur tegak bukan satu-satunya posisi tidur dengan risiko kesehatan. Menurut para ahli di Mayo Clinic, tidur telentang juga patut diwaspadai, lantaran dapat menyebabkan lidah dan rahang miring ke bawah sehingga memenuhi jalan napas.
Efek yang bisa terjadi ialah sleep apnea. Jika dibiarkan, itu dapat menyebabkan masalah parah yang melibatkan jantung. Apnea tidur obstruktif terbukti bisa meningkatkan risiko serangan jantung berulang, strok, dan detak jantung tidak normal.
Sebagian peneliti berpendapat tidur di sisi kiri tubuh punya efek buruk, karena dapat memengaruhi sinyal listrik organ. Namun, Monica Wassermann yang merupakan direktur medis di Oliolusso menyangkalnya dengan mengatakan tidak ada cukup bukti.
Wassermann menolak klaim bahwa tidur miring dapat meningkatkan risiko serangan jantung, terlebih pada individu sehat. "Satu-satunya risiko yang diketahui dari tidur di sisi kiri mungkin dialami pada orang dengan gangguan jantung dan mungkin berupa rasa sakit, perubahan aktivitas EKG karena arus atau sinyal listrik terputus, kesulitan bernapas, dan ketidaknyamanan," kata Wassermann.