Jombang - Kasus dugaan pelecehan seksual santri di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang dengan tersangka Mas Bechi, mendapat respons dari berbagai pihak. Tak terkecuali dari Kementerian Agama (Kemenag) yang akhirnya membekukan izin pondok pesantren.
Kasus tersebut juga direspons Kepala Kemenag Jombang Taufiqurrahman. Ia mengimbau wali santri agar mencarikan pondok pesantren yang aman dan sesuai dengan Arkanul Ma'had (rukun pesantren). Terkait pembekuan izin operasional, Taufiq menyebut pihak Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Jombang melakukan pendekatan secara persuasif terhadap 1.041 wali santri Pondok Pesantren Shiddiqiyyah.
"Diimbau kepada wali santri untuk menarik peserta didik dan diarahkan ke pondok pesantren yang aman. Ini berkaitan dengan terjadinya peristiwa MSA yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan ruh pondok pesantren," ungkap Taufiq, Jumat (8/7/2022).
Ditanya apakah ada ajaran yang menyimpang, Taufiq mengaku berdasarkan hasil survei dan monitoring di ponpes tersebut secara pendidikan tidak ada masalah.
"Namun ada kekhawatiran akan terjadi peristiwa serupa yang dialami santri. Sehingga wali santri diarahkan mencari pondok yang lebih baik yang aman," terangnya.
Atas adanya pembekuan izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah maka, segala kegiatan aktivitas pelayanan pondok pesantren tidak diakui keberadaannya di Indonesia. Termasuk program penyetaraan paket B dan paket C di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah otomatis tidak diakui.
Usai adanya pembekuan izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah, pihak Kemenag akan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan, arkanul ma’had (rukun pesantren). Yakni harus ada kiai, santri, kitab kuning, asramanya dan ada ustadnya.
Pihak Kemenag memfasilitasi peserta didik atau santri yang ada di Ponpes Sidiqiyah untuk melanjutkan pendidikan di ponpes lainnya.
"Ya ini kan masih proses. Jadi apabila nanti ada keinginan dari wali santri untuk difasilitasi untuk diarahkan ke pesantren lain, kemenag siap memfasilitasi," pungkasnya.