Senin 11 Jul 2022 23:25 WIB

Penderita Radang Usus Berisiko Sembilan Kali Lipat Alami Depresi

Radang usus disebut sangat mempengaruhi kesehatan mental.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Radang usus disebut sangat mempengaruhi kesehatan mental.
Foto: www.maxpixel.com
Radang usus disebut sangat mempengaruhi kesehatan mental.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit radang usus atau inflammatory bowel disease (IBD) tampaknya tak hanya mempengaruhi kesehatan saluran pencernaan, tetapi juga kesehatan mental. Menurut studi terbaru, kondisi IBD tampak berkaitan dengan peningkatkan risiko depresi.

IBD pada dasarnya merupakan sebuah istilah yang memayungi beragam gangguan peradangan kronis di saluran pencernaan. Beberapa jenis IBD adalah kolitis ulseratif dan penyakti Crohn.

Baca Juga

Kaitan antara IBD dan risiko depresi ini disoroti dalam sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada Journal of Gastroenterology and Hepatology. Studi ini mengungkapkan bahwa penderita penyakit Crohn atau jenis IBD lainnya memiliki risiko sembilan kali lebih besar untuk mengalami depresi.

Content creator asal Toronto, Renee Welch, merupakan salah satu penderita IBD yang merasakan bahwa penyakit tersebut turut mempengaruhi kesehatan mentalnya. Welch mengungkapkan bahwa penyakit ini membuatnya menghabiskan cukup banyak waktu dengan keluar-masuk rumah sakit semasa kecil.

Tak hanya itu, IBD membuat Welch mengalami beragam gejala yang sangat mengganggu kualitas hidupnya saat remaja. Beberapa gejala tersebut adalah kram, diare, perdarahan dubur, penurunan berat badna, dan demam.

"Saya melalui banyak waktu yang muram. Saya hanya ingin merasa noral, dan saya tidak tahu siapa pun yang memahami apa yang saya lalui," ujar wanita berusia 35 tahun tersebut kepada The Healthy @Reader's Digest, seperti dilansir The Healthy, Senin (11/7/2022).

Menurut peneliti dan ahli gastroenterologi dari Keck School of Medicine di University of Southern California, Bing Zhang MD, hubungan antara IBD dan depresi ini turut menyoroti peran dari axis usus-otak. Zhang mengatakan usus dipenuhi oleh ujung saraf yang berkomunikasi dengan otak.

Berkaitan dengan hal itu, Zhang mengatakan ada hubungan dua arah di antara usus dan otak. Artinya, bukan bukan hanya IBD saja yang bisa meningkatkan risiko depresi, tetapi depresi juga bisa meningkatkan risiko IBD. Berdasarkan studi, penderita depresi memiliki kemunkinan dua kali lebih besar untuk mengalami IBD.

Psikiater Shawna Newman MD dari lenox Hill Hospital mengungkapkan bahwa banyak penyakit kronis yang menunjukkan perbaikan ketika gejala depresi yang muncul diobati. Depresi biasanya diobati dengan obat-obatan seperti obat peningkat serotonin. Obat seperti ini juga memiliki sifat antiinflamasi yang dapat membantu masalah kesehatan kronis. Hal lain yang dapat membantu mengatasi depresi adalah psikoterapi.

Terapi tambahan yang dinilai turut bermanfaat adalah melakukan kegiatan secara mindfulness, meditasi, yoga, hingga terapi dengan kesenian. Cara lain yang juga dianjurkana dalah menjaga hidrasi karena penderita IBD berisiko lebih besar terhadap dehidrasi dan dehidrasi bisa memberikan dampak kurang baik terhadap suasana hati.

Hal lain yang tak boleh dilupakan adalah mengobati hal yang mempengaruhi risiko depresi, dalam kasus ini adalah IBD. Kondisi IBD perlu dikelola dengan baik agar tak memicu munculnya depresi atau kecemasan, tertuama di saat gejala IBD muncul secara berkepanjangan atau kekambuhan terjadi secara berulang dan sering.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement