Selasa 12 Jul 2022 15:43 WIB

Catat! Bulan Purnama Rusa Super Terjadi pada 14 Juli

Purnama Rusa kali ini bertepatan dengan Bulan Purnama Super.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Supermoon. Ilustrasi
Foto: Dailymail
Supermoon. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan pada Kamis (14/7/2022), akan terjadi fenomena Bulan Purnama Rusa Super (Full Buck Supermoon). Fenomena tersebut termasuk dalam tiga fenomena yang cukup langka yang terjadi sejak 14 Juni lalu.

Dua fenomena lain, yaitu Purnama Stroberi Super (Full Strawberry Supermoon) dan Bulan Baru Stroberi Mikro (New Strawberry Micromoon). Penamaan itu muncul karena Almanak Petani Amerika (The Farmer’s Almanac), buah stroberi yang dipanen pada bulan Juni. Sementara itu, rusa jantan muda mulai tumbuh tanduk di bulan Juli.

Baca Juga

“Penamaan ini semata-mata untuk menandai musim dan perilaku hewan yang timbul pada musim-musim tertentu bagi penduduk asli Amerika,” kata Pusat Riset Antariksa BRIN Andi Pangerang.

Namun, yang membuat istimewa adalah Purnama Stroberi dan Purnama Rusa kali ini bertepatan dengan Bulan Purnama Super (Full Supermoon) atau secara teknis disebut Purnama Perige (Perigeal Full Moon). Sedangkan Bulan Baru Stroberi bertepatan dengan Bulan Baru Mikro (New Micromoon). Bahkan, Bulan Baru Mikro kali ini diapit oleh dua Bulan Purnama Super yang terjadi pada dua bulan berturut-turut.

Andi menjelaskan fenomena itu terakhir terjadi pada tahun 2004 dan 2013 sehingga dikatakan fenomena terjadi setiap sembilan tahun sekali. Ini akan kembali terjadi pada tahun 2031 dan 2040.

“Untuk Bulan Purnama Rusa, terjadi pada Kamis nanti pukul 01.57 WIB, 02.57 WITA, dan 03.57 WIT pada jarak 357.418 kilometer,” ujarnya.

Untuk menyaksikan fenomena ini, Anda cukup mengarahkan pandangan sesuai arah terbit dan terbenamnya Bulan pada waktu terbit hingga terbenam Bulan. Anda tidak perlu menggunakan alat bantu optic kecuali jika ingin mengabdikan dalam bentuk foto atau rekaman video.

Jika ingin mengabadikan momen, Anda perlu menggunakan teleskop atau binokuler/monokuler yang terhubung dengan kamera ponsel atau kamera CCD yang tersambung ke komputer pribadi atau laptop.

Dikutip situs web BRIN, Andi menyebut fenomena ini menimbulkan pasang laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari biasa. “Pasang laut ini disebut juga sebagai pasang purnama. Ini karena konfigurasi Matahari-Bumi-Bulan yang segaris,” ucap dia.

Dia mengimbau masyarakat khususnya yang bekerja sebagai nelayan untuk tidak melaut antara dua hari sebelum hingga dua hari sesudah puncak fenomena, yaitu antara 12-16 Juli.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement