Kamis 21 Jul 2022 07:35 WIB

Citayam Fashion Week Lebih dari Sekadar Catwalk Jalanan

Masyarakat kelas bawah minim punya ruang publik.

Remaja Citayam, Roy yang kerap nongkrong di Sudirman menolak tawaran beasiswa dari Menparekraf Sandiaga Uno.
Foto: Instagram Roy
Remaja Citayam, Roy yang kerap nongkrong di Sudirman menolak tawaran beasiswa dari Menparekraf Sandiaga Uno.

Oleh : Christianingsih, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Akronim SCBD tak lagi hanya merujuk pada kawasan perkantoran elite di jantung Jakarta. Fenomena gerombolan remaja yang demen nongkrong di Taman Dukuh Atas, Jenderal Sudirman Jakarta membuat nama SCBD diplesetkan menjadi Sudirman-Citayam-Bojong-Depok. Ruang terbuka hijau itu kerap dipadati kumpulan ABG yang beradu fesyen.

Mereka, yang datang dengan outfit mencolok, tak hanya berasal dari DKI Jakarta tapi banyak yang datang jauh-jauh dari wilayah suburban macam Depok dan Bogor. Selain jadi ajang nongkrong-nongkrong, Citayam Fashion Week juga jadi tempat mereka membuat konten apa saja yang sedang laku di media sosial. Walau ada yang mengecap mereka norak atau alay, tak sedikit pula yang memuji. Media mode asal Jepang, Tokyo Fashion, menyebut fenomena Citayam Fashion Week mirip Harajuku.

Citayam Fashion Week juga melahirkan 'artis' seperti Bonge, Jeje, dan Roy. Catwalk jalanan itu tak hanya menyuguhkan fenomena anak muda biasa. Ada isu penting yang tercermin dari Citayam Fashion Week.

Pertama, minimnya ruang publik yang inklusif dan bisa diakses seluruh lapisan masyarakat utamanya kelas menengah ke bawah. Berdasarkan data Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APBI) DKI Jakarta, ada 96 mal dan pusat perbelanjaan di ibu kota. Mau tak mau pilihan tempat rekreasi bagi masyarakat kebanyakan hanya berkutat dari mal satu ke mal yang lain.

Baca juga : Sosiolog UGM: Citayam Fashion Week Kritik Terhadap Fesyen Kaum Muda Kota

Keberadaan Taman Dukuh Atas yang menyuguhkan latar perkotaan nan cantik menjadi alternatif warga untuk menghabiskan waktunya. Selain mudah diakses, nongkrong di Taman Dukuh Atas terbilang ramah kantong.

Isu ini bukan hanya milik Jakarta tapi juga kota-kota penyangganya. Maka tak heran Taman Dukuh Atas menjadi magnet kaum muda dari kota/kabupaten di sekitaran Jakarta.

Citayam Fashion Week sekaligus mengingatkan pada kita pada anak-anak muda putus sekolah. Tengoklah Aji Alfriandi alias Roy yang sedang jadi buah bibir. Pemuda yang tak menamatkan jenjang SMP ini menolak beasiswa pendidikan yang ditawarkan Menparekraf Sandiaga Uno. Remaja asal Cikarang tersebut lebih memilih membuat konten atau bekerja demi mendapat uang untuk membantu keluarganya.

Urusan perut memang tak kenal kompromi. Namun kita juga sepakat bahwa pendidikan berpengaruh besar terhadap masa depan manusia. Pendidikan dapat membentuk pola pikir dan karakter yang lebih matang. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan dan wawasan yang direngkuh, makin besar pula kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan lingkungan pergaulan yang lebih layak.

Baca juga : Ketika Anies Ajak Delegasi Eropa Melenggang di 'Catwalk Citayam Fashion Week'

Sandiaga berharap beasiswa pendidikan tersebut dapat meningkatkan keterampilan Roy, termasuk dalam membuat konten kreatif. Dengan kemampuan dan kreativitas yang meningkat, beragam konten kreatif yang dibuat Roy dan teman-teman diyakini Sandiaga akan memiliki nilai jual lebih tinggi.

Banyak orang menganggap penolakan Roy sebagai hal yang konyol. Namun, penolakan itu bisa jadi karena Roy berulang kali menyaksikan bagaimana pendidikan rupanya tidak sepaket dengan masa depan cerah. Maka ia pun memberi jawaban realistis: daripada sekolah mending cari uang.

Miris, karena mungkin selama ini di lingkungannya Roy tak pernah menemukan role model bagaimana bangku sekolah mengantarkan seseorang menjadi manusia yang sukses. Penolakan Roy menampar dunia pendidikan lantaran beasiswa yang biasanya diperebutkan justru ia singkirkan.

Baca juga : Fenomena Citayam Fashion Week Ala SCBD, Disbud DKI: Hanya Perlu Dibina

Penulis meyakini masih banyak Roy lain di luar sana yang lebih memilih bekerja ketimbang meneruskan pendidikan dengan alasan serupa. Nasib jutaan pengangguran berpendidikan rupanya bisa 'menginspirasi' anak muda.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan per Februari 2022 tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar 5,83% dari total penduduk usia kerja sebanyak 208,54 juta orang. Dari 208,5 juta orang tersebut sekitar 14 persennya adalah lulusan diploma dan sarjana.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement