REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Ayub Muktiono mengapresiasi terbitnya buku 'Memperadabkan Bangsa, Paradigma Pancasila untuk Membangun Indonesia'. Buku yang disusun oleh para pakar dari Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), serta Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tersebut dapat menjadi referensi penting bagi bangsa Indonesia untuk terus menggelorakan Pancasila dan semangat nasionalisme terutama di kalangan generasi muda.
Usai menghadiri grand launching buku 'Memperadabkan Bangsa, Paradigma Pancasila untuk Membangun Indonesia' yang digelar di gedung Nusantara, DPR RI pada Selasa (2/8/2022), Rektor Unkris mengatakan, bahwa Pancasila menjadi satu-satunya ideologi yang akan mampu membawa bangsa Indonesia mencapai puncak kejayaan.
“Pancasila merupakan ramuan yang tepat bagi bangsa Indonesia dengan berbagai keragaman suku bangsa, adat, budaya dan agama,” kata Rektor dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id.
Dia mengakui, bahwa dalam perjalanannya, Pancasila menghadapi tantangan dan gempuran yang cukup berat. Globalisasi dan kemajuan teknologi di sisi lain memberikan dampak positif, tetapi sisi lainnya juga dapat membawa degradasi terhadap rasa nasionalisme generasi bangsa.
"Karena itu, penting dilakukan upaya yang terus menerus untuk membumikan Pancasila dan meningkatkan rasa nasionalisme bangsa ini," ujarnya.
Menurut Ayub, untuk mencari bentuk dan cara yang efektif membumikan Pancasila, dibutuhkan pemikiran dan pandangan yang tepat dari berbagai pakar. Buku yang disusun oleh Ahmad Zacky Siradj, Indri Ayu, Wisnubroto, Mayjen TNI (purn) I Dewa Putu Rai, Manuel Kaisiepo, Bambang Pharma Setiawan, Prasetijono Widjojo, Ansel Da Lopez, Susetya Herawati, Novia Fitri, dan Halili Hasan menjadi salah satu jawabannya.
“Tim pakar yang terlibat dalam penulisan buku ini sangat lengkap. Mereka bisa melihatnya dari berbagasi sisi pandang dan kepakaran yang berbeda,” tambah Ayub.
Ayub yang merupakan seorang arsitek dan pakar simbol mengatakan pemilihan gambar candi Borobudur dengan stupanya yang megah dan patung manusia di puncaknya pada cover buku tersebut sangat tepat sebagai cermin bahwa bangsa Indonesia akan berada di puncak jika berpegang teguh pada Pancasila. “Di atas stupa ada tiang tegak kokoh ke atas, artinya Pancasila itu membawa bangsa Indonesia menjadi beradab dengan selalu tegak keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa,” tegasnya.
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menjelaskan, buku yang disusun dari hasil diskusi serial yang melibatkan para cendekiawan dari berbagai bidang tersebut diharapkan dapat menjadi referensi publik tentang upaya-upaya bagaimana membangun Negara Bangsa, mulai dari membangunan tataran konsepsi sampai kepada tataran pelaksanaannya.
Menurut Pontjo, realita pembangunan peradaban telah mengalami perubahan besar dengan adanya perubahan geo-politik dan geo-ekonomi dunia, serta kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada saat yang bersamaan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari juga semakin beragam, saling berkaitan, saling mempengaruhi satu sama lain, serta dapat berubah dengan cepat pula baik dalam bentuk maupun dalam cara penetrasinya.
Sudah saatnya para cendekiawan berbicara, berperan aktif menyumbangkan gagasan dan pemikirannya dalam pembangunan peradaban bangsa. “Buku ini menawarkan suatu pendekatan baru dengan Pancasila sebagai tolok ukur paradigmatik, untuk menjawab persoalan bangsa,” lanjut Pontjo.
Senada juga disampaikan Dewan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif. Dia mengatakan, keampuhan Pancasila sebagai ideologi menuntut menjadi “ideologi kerja” (working ideology) dalam praksis pembangunan. Dengan kata lain, ideologi Pancasila itu harus menjadi kerangka paradigmatik dalam pembangunan nasional dalam ranah tata nilai dan kualitas manusia, ranah tata kelola kelembagaan sosial-politik dan kebijakan pemerintahan, tata ekonomi kesejahteraan yang berkeadilan dan berkemakmuran yang didukung oleh kedalaman penetrasi praksis ideologi Pancasila yang menyentuh dimensi keyakinan, pengetahuan dan tindakan.