Kamis 04 Aug 2022 06:50 WIB

PANDI Sebut Ada 5.579 Laporan Phising di Kuartal Kedua 2022

Terdapat peningkatan laporan phising dibandingkan dengan kuartal pertama 2022.

Red: Fuji Pratiwi
Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi). Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) menyebutkan ada sebanyak 5.579 laporan phising yang terjadi di Tanah Air selama periode kuartal kedua tepatnya pada April hingga Juni 2022.
Foto: istimewa
Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi). Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) menyebutkan ada sebanyak 5.579 laporan phising yang terjadi di Tanah Air selama periode kuartal kedua tepatnya pada April hingga Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) menyebutkan ada sebanyak 5.579 laporan phising yang terjadi di Tanah Air selama periode kuartal kedua tepatnya pada April hingga Juni 2022.

Terdapat peningkatan laporan phising dibandingkan dengan kuartal pertama 2022 dengan total peningkatan laporan sebanyak 1.637 kasus. "Banyaknya laporan ini dipengaruhi juga oleh tingkat kesadaran masyarakat yang meningkat, dengan demikian semakin banyak laporan yang kami terima. Lalu faktor kedua yang menyebabkan laporan ini meningkat adalah karena pelaku phising saat ini bisa memakai lebih dari satu nama domain sehingga lebih banyak laporan yang masuk," kata Deputi Pengembangan Riset Terapan, Inovasi, dan Teknik PANDI Muhammad Fauzi dalam acara konferensi pers Indonesia Anti-Phising Data Exchange (IDADX) periode kuartal dua 2022 di Tangerang Selatan, Rabu (3/8/2022).

Baca Juga

Adapun IDADX merupakan inisiatif yang dilakukan oleh PANDI menggandeng para registrar di Tanah Air melawan phising sebagai salah satu ancaman kejahatan siber di dunia maya yang makin marak di tengah cepatnya transformasi digital. Phising merupakan kejahatan siber yang mencuri informasi pribadi seseorang hingga kredensial akun keuangan korbannya.

Lebih lanjut Fauzi mengungkapkan serangan phising yang terjadi paling banyak mengincar lembaga keuangan dengan total 41 persen, disusul e-commerce dengan 32 persen, dan 21 persen mengincar media sosial. Sementara sisanya dengan persentase kecil mengincar pencurian data di sektor gaming hingga akun aset kripto.