Saat ini, dunia secara serempak tengah memasuki era digitalisasi. Setiap negara tentunya tidak bisa berdiam diri dan harus menghadapi era ini karena digitalisasi akan memaksa masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup baru yang tentunya akan mengubah sosial masyarakat dan juga mengubah sistem perekonomian yang sudah ada.
Dalam sebuah seminar yang dilaksanakan bertajuk Menuju Masyarakat Cashless, yang dikutip dari Youtube, Jumat (5/8/2022), Erick Thohir, Menteri BUMN, menyatakan bahwa digitalisasi ini adalah proses yang tidak bisa dihindari. Tidak hanya mengubah sistem sosial, namun digitalisasi juga mengubah peta dunia usaha dan lapangan kerja secara menyeluruh. Dalam dunia industri digital di Asia Tenggara, Indonesia rupanya telah menyumbang 40% dari keseluruhan nilai perekonomian yang ada.
Namun, meskipun Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi digital yang cepat, Erick mengemukakan kekhawatirannya terkait dengan rintangan yang harus dihadapi Indonesia dalam era ekonomi digital saat ini.
Baca Juga: Rey Hadirkan ReyCard, Inisiatif Pembayaran Asuransi Cashless
Menurutnya, bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini akan membawa dampak yang cukup besar. Pasalnya dengan data demografi Indonesia yang saat ini 55% masyarakatnya berusia di bawah 35 tahun, maka hal ini dapat mendorong industri digital untuk terus berkembang.
Demografi saat ini yang tidak diimbangi dengan adaptasi justru dapat membuat Indonesia semakin terpuruk. Dalam hal ini, Erick menjelaskan bahwa demografi Indonesia terus tumbuh secara signifikan, sedangkan APBN yang meskipun tumbuh setiap tahunnya tapi pertumbuhannya lebih lambat dari demografi dan ekonomi digital. Jika hal ini terus berlanjut, maka Indonesia bisa mengalami kerugian yang besar.
“Konteksnya [jika kita beradaptasi terhadap pertumbuhan ekonomi digital yang tumbuh secara signifikan], akhirnya kita hanya bisa menjadi market dan akhirnya jika kita hanya jadi market, maka tidak ada investasi untuk membuka lapangan pekerjaan,” ujar Erick.
“Digital ekonomi ini sesuatu yang tentu kita harus intervensi, punya kebijakan lebih dari pemerintah. Yang mudah-mudahan kalau kita duduk bersama, kementerian bisa membuat policy yang bisa memastikan kita tidak hanya menjadi market. Kita tidak anti asing, kita tidak anti investasi dari luar negeri atau apapun. Tapi keseimbangan dari pertumbuhan yang lebih merata harus dipastikan,” lanjutnya.
Menurut Erick, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama ekonomi digitalnya, menuai banyak perhatian dari berbagai pihak. Bahkan perekonomian Indonesia saat ini seringkali dibandingkan dengan perekonomian China pada tahun 80-an yang menjadi pertumbuhan ekonomi dunia.
Di era digitalisasi sekarang, demografi Indonesia yang mayoritasnya masih muda akan menjadi faktor yang menyebabkan penggunaan teknologi digital akan semakin berkembang.
Meskipun saat ini masih banyak transaksi dilakukan dengan menggunakan cash, Erick bilang, Indonesia saat ini sedang dalam posisi menuju masyarakat cashless karena pengaruh perekonomian digital yang begitu kuat.
"Kalau kita lihat dari data karena memang masyrakat Indonesia mayoritas muda, memang ini shifting, dia akan jadi cashless. Di mana habit atau kebiasaannya berubah,” terang Erick.
Tidak kalah penting, Erick menyampaikan supaya Indonesia terhindar dari dampak perekonomian digital, maka mulai saat ini baik masyarakat maupun pemerintah perlu untuk melakukan adaptasi dan menciptakan inovasi-inovasi di berbagai bidang kehidupan. Dengan begitu, permasalahan kesenjangan yang terjadi di kota dan desa sebagai akibat dari perekonomian digital ini dapat teratasi.