REPUBLIKA.CO.ID, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan nama baru untuk varian virus cacar monyet yang saat ini beredar. Hal Ini untuk menghindari pelanggaran budaya atau sosial.
"Varian virus monkeypox berganti nama menjadi Clade I, IIa dan IIb. Para ahli virologi cacar, biologi evolusioner dan perwakilan lembaga penelitian dari seluruh dunia meninjau filogeni dan nomenklatur varian atau clades virus monkeypox yang diketahui dan yang baru," katanya dikutip dari mtv, pada Selasa (16/8/2022).
Kemudian, ia melanjutkan virus yang baru diidentifikasi, penyakit terkait dan varian virus diberi nama untuk menghindari pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional atau etnis. Ini meminimalkan dampak negatif pada perdagangan, perjalanan, pariwisata atau kesejahteraan hewan.
Ia menambahkan sekelompok pakar global yang diselenggarakan oleh WHO telah menyepakati nama baru untuk varian virus monkeypox. Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk menyelaraskan nama penyakit, virus, dan varian monkeypox atau clades dengan praktik terbaik saat ini.
"Para ahli sepakat untuk memberi nama clade menggunakan angka Romawi," kata dia.
Ia menjelaskan kelompok mencapai konsensus tentang nomenklatur baru untuk clade virus yang sejalan dengan praktik terbaik. "Mereka sepakat tentang bagaimana clade virus harus dicatat dan diklasifikasikan di situs repositori urutan genom," kata dia.
Menurutnya, konsensus telah dicapai untuk menyebut bekas clade Cekungan Kongo (Afrika Tengah) sebagai Clade satu (I) dan bekas clade Afrika Barat sebagai Clade dua (II). "Selain itu, disepakati bahwa Clade II terdiri dari dari dua subclade," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sedang mengadakan forum terbuka untuk mengganti nama penyakit monkeypox. Hal ini dilakukan karena beberapa kritikus menyuarakan kekhawatiran nama itu bisa menghina atau memiliki konotasi rasis.
"Keputusan itu dibuat setelah pertemuan para ilmuwan pekan ini dan sejalan dengan praktik terbaik saat ini untuk penamaan penyakit, yang bertujuan untuk menghindari menyebabkan pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional, atau etnis. Dan hal ini meminimalkan dampak negatif pada perdagangan, perjalanan, pariwisata atau kesejahteraan hewan," kata WHO dikutip dari NBC News pada Senin (15/8/2022).